Etika Administrasi dalam Praktik
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Konsep-konsep
tentang nilai moral dan etika dalam administrasi pemerintahan dirumuskan untuk
diterapkan dalam kehidupan kenegaraan dan lingkup administrasi yang
sesungguhnya. Kemanfaatan konsepsi etika tersebut hanya akan terasa apabila ia
benar-benar dapat menjadi bagian dari dinamika administrasi modern. Dalam
banyak hal, konsep dan teori filosofis mengenai moralitas dalam bidang
administrasi negara itu juga berasal dari praktek adinistrasi sehari-hari. Oleh
sebab itu, pembahasan mengenai etika administrasi negara tidak berada dalam
ruang hampa, ia harus selalu menyertakan pembahasan tentang aplikasinya,
bagaimana para birokrat dan administrator bertindak atau harus bertindak
menurut kaidah-kaidah etis yang ada.
Begitu banyak teori maupun konsep yang membahas
tentang kaidah normative yang terdapat diantara penguasa negara. Demikian pula
konsep-konsep seperti keailan, kedaulatan rakyat, kepentingan umum, norma-norma
dan sebagainya. Namun terkadang uraian yang terdapat di dalamnya sangat abstrak
sehingga sulit dipahami.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa saja Asas-asas Umum Birokrasi
Pemerintahan yang Baik?
2. Bagaimana Kode Etik Dalam Pelaksanaan Administrasi
Negara?
3.
Bagaimana Kearifan Dalam Kebijakan?
4.
Bagaimana Administrasi dan Nilai-Nilai Yudisial Norma
Pengawasan?
- Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan agar
kita mengetahui tentang:
1.
Asas Asas Umum Birokrasi Pemerintahan
yang Baik.
2.
Kode Etik Dalam Pelaksanaan Administrasi Negara.
3.
Kearifan Dalam Kebijakan.
4.
Administrasi dan Nilai-Nilai Yudisial
Norma Pengawasan.
- Metode Penulisan
Di dalam karya
tulis ini, metode yang akan digunakan penulis dalam penulisannya adalah sebagai
berikut :
- Metode literature study, yaitu metode yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku yang berhubungan dengan materi pembahasan, kemudian mengkaji dan mengambil materi yang dibutuhkan.
- Metode deskriptif, yaitu metode yang bertujuan menjelaskan dan menggambarkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang.
BAB
II
PEMBAHASAN
Konsep konsep tentang nilai moral
dan etika dalam administrasi negara haruslah diterapkan oleh para birokrat dan
administrator dalam bertindak menurut kaidah kaidah etis yang ada,
sehingga pembahasan Etika Administrasi Negara tidak hanya berada dalam ruang
hampa belaka walaupun dalam banyak hal, konsep dan teori itu juga berasal dari
praktek administrasi sehari hari. Unsur unsur administrasi negara bukan hanya
pejabat pejabat yang memiliki otoritas membuat keputusan strategis tetapi juga
aparat aparat teknis.
- Asas Asas Umum Birokrasi Pemerintahan yang Baik
Setiap negara memiliki konteks
budaya yang berbeda beda, kebutuhan masyarakat pada suatu waktu yang selalu
berubah, dan masalah yang dihadapi oleh setiap negara pun berlainan,[1]
sehingga merumuskan asas umum pemerintahan yang baik ke dalam satu kata adalah
upaya yang sulit. Pada era pemerintahan orde lama, pemerintah memang telah
berhasil meletakkan dasar dasar nasilonalisme rakyat untuk melawan setiap upaya
bangsa asing untuk menjajah Indonesia.
Pada pemerintahan orde baru,
pemerintah memang telah berhasil melaksanakan pembangunan kemakmuran ekonomis
dan stabilitas nasional melalui program program yang pragmatis, namun orang
mulai berpikir bahwa kemakmuran materi bukan satu satunya tujuan yang harus
dicapai. Tampaklah bahwa perkembangan situasi politik, sosial dan budaya serta
dinamika masyarakat turut mempengaruhi opini masyarakat tentang sistem
administrasi pemerintahan yang ideal, akan tetapi sesungguhnya masih dapat
ditemukan dasar dasar bagi sistem pemerintahan yang baik yang mana landasan
pemikiran yang disepakati oleh sebaigian masyarakat akan dapat dijadikan
sebagai pedoman.[2]
- Prinsip Demokrasi
Pilar utama prinsip demokrasi adalah
asas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa rakyatlah
yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara, rakyat yang
menentukan pula bagaimana berbuatnya.[3] Pada
tataran makro, sistem pemerintahan demokratis suatu negara dapat di golongkan
ke dalam tiga macam bentuk yakni:
1. Sistem parlementer
2. Sistem pemisahan kekuasaan
3. Sistem referendum
Sistem parlementer, hubungan antara
lembaga perwakilan dan lembaga yang menjalankan kekuasaan eksekutif dapat
saling mempengaruhi, jika lembaga perwakilan tidak mau membenarkan kebijakan
yang dilakukan oleh lembaga eksekutif maka dia dapat menyatakan ketidak
percayaannya dalam bentuk mosi tidak percaya, sebaliknya pemerintah juga
mempunyai hak untuk membubarkan lembaga perwakilan atau parlemen apabila
ternyata parlemen tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat.
Sistem pemisahan kekuasaan, antara
lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif masing masing harus ada pemisahan
secara penuh. hal ini dilakukan karena dikhawatirkan apabila satu lembaga
mempunyai dua atau lebih kekuasaan akan ada penyalahgunaan kekuasaan tersebut.
Sistem referendum, secara harfiah
berarti pemungutan suara secara langsung oleh rakyat untuk menentukan pendapat
umum rakyat, dapat pula diartikan sebagai lembaga yang dibentuk untuk
memberikan kesempatan kepada rakyat guna mengontrol tindakan tindakan lembaga
perwakilan secara langsung oleh rakyat. sedangkan lembaga eksekutif hanya
merupakan badan pekerja bagi lembaga perwakilan.
- Keadilan Sosial dan Pemerataan
Persoalan keadilan sosial dan
pemerataan sering kali muncul sebagai akibat dari kurang meratanya distribusi
hasil hasil pembangunan. Oleh sebab itu, salah satu asas umum pemerintahan dan
administrasi pembangunan yang perlu mendapat perhatian lebih besar sekarang ini
adalah yang menyangkut keadilan (equity) dan pemerataan (even
distribution/fair distribution). Kedua konsep ini juga merupakan landasan
pokok bagi etika pembangunan.
Dalam lingkup negara, setidak
tidaknya ada dua dimensi ketimpangan diantara kelompok kelompok sosial yang
berbeda dalam suatu negara. Pertama, ketimpangan diantara kelompok
kelompok sosial yang berbeda dalam suatu negara yang disebabkan oleh
kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Kedua, ketimpangan
antara wilayah wilayah geografis dalam suatu negara atau disebut juga ketimpangan
regional. wujud yang paling nyata terlihat antara wilayah wilayah pedesaan dan
perkotaan. maka yang perlu dilakukan adalah kebijakan kebijakan pemerintah yang
lebih menyentuh kelas masyarakat yang kurang beruntung atau kelompok yang tidak
memiliki sumber daya untuk mengembangkan dirinya.
c.
Mengusahakan Kesejahteraan Umum
Setiap pejabat pemerintah harus
memiliki komitmen dan untuk peningkatan kesejahteraan dan bukan semata mata
karena diberi amanat atau dibayar oleh negara melainkan karena mempunyai
perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan warga negara pada umumnya. Peningkatan
kesejahteraan umum bukan hanya dimaksudkan untukl meningkatkan taraf hidup dan
kebutuhan kebutuhan dasar tetapi juga untuk meningkatkan kapasitas individual
supaya rakyat dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan.
Persoalan lain yang harus dipecahkan
dalam upaya peningkatan kesejahteraan umum adalah menyangkut ketenagakerjaan
dan kependudukan. tingkat pengangguran dan atau setengah pengangguran itu lebih
mencolok di daerah daerah pedesaan jika dibandingkan dengan daerah perkotaan.
ini menunjukkan adanya konsentrasi industri padat modal di wilayah perkotaan.
- Mewujudkan Negara Hukum
Di dalam Pembukaan maupun pasal
pasal batang tubuh Undang Undang Dasar 1945 memang tidak disebutkan secara
eksplisit bahwa indonesia adalah Negara Hukum. akan tetapi sesungguhnya gagasan
utama dan aturan aturan dasar yang melandasi terbentuknya republik ini adalah
sesuai dengan cita cita negara hukum. dalam penjelasan mengenai sistem
pemerintahan negara telah di tegaskan:
1.
Indonesia ialah negara yang berdasar
atas hukum (rehtsstaat). Negara Indonesia berdasar atas hukum (rehtsstaat),
tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat).
2.
Sistem Konstitusional. Pemerintah
berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Jadi jelas bahwa konstitusi negara
Indonesia mengamanatkan keinginan untuk mewujudkan negara hukum. hukum harus
yang harus ditaati disini bukan hanya hukum positif yang tertulis atau hukum
formal saja tetapi juga unsur unsur material yang terdapat dibalik perundang
undangan yang ada. hukum yang dimaksud adalah hukum yang benar benar hidup
dalam masyarakat (living law) atau hukum yang adil (just law). Di
dalam konteks etika, kita hendaknya lebih mencurahkan perhatian kepada rasa
keadilan (justice) atau kepantasan yang berkembang di dalam masyarakat
dari pada hukum (law) yang terjabar di dalam pasal pasal kitab
perundangan. konsepsi negara hukum mensyaratkan agar setiap tindakan penguasa
harus sesuai dan didasarkan atas rasa keadilan, moralitas hukum, dan cita cita
kemanusiaan yang luhur, bukan hanya didasarkan atas kemauan penguasa.
Unsur unsur Rule of Law
- Keutamaan aturan aturan hukum (supremacy of law), tidak adanya kekuasaan yang sewenang wenang (absence of arbitrary power) dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau memang melanggar hukum.
- Kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun pejabat.
- Terjaminnya hak hak asasi manusia (human rights) oleh undang undang dasar serta keputusan keputusan pengadilan.
Selanjutnya unsur – unsure Rule of
Law ini dapat dijabarkan ke dalam gagasan gagasan yang lebih elementer. Apabila
system pemerintahan dapat melaksanakan konsep konsep yang terdapat dalam
idealisme Negara hukum, maka kontrol sosial
akan dapat berjalan dengan sendirinya.
- Dinamika dan Efisiensi
Untuk menciptakan sosok birokrasi
pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat, dinamika dalam melaksanakan tugas tugas negara merupakan prasyarat
yang tidak boleh dilupakan. Dinamika hendaknya diartikan sebagai kemampuan
adaptasi organisasi yang baik sehingga ia sanggup mengantisipasi perubahan
perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan dapat menelorkan kebijakan
kebijakan yang tepat.
Ukuran lain yang dapat dipergunakan
untuk menilai kualitas birokrasi pemerintahan adalah tingkat efisiensi. Pada
umumnya efisiensi diartikan sebagai nisbah yang terbaik antara hasil yang
diperoleh dengan kegiatan yang dilakukan. Namun efisiensi dalam sektor publik
mempunyai matra yang lebih luas dari pengertian ini. Yang lebih penting lagi
efisiensi harus menjadi perhatian utama bagi aparat organisasi organisasi
publik.
Knott dan Miller mengingatkan adanya
empat macam persolan yang sering terdapat di dalam birokrasi pemerintahan yaitu
:
a)
Daur kekakuan aturan (Rigidity Cycle)
Birokrat sering
ragu ragu untuk bertindak karena sistem senioritas dan aturan yang kaku.
b)
Pengalihan sasaran (Goal Displacement)
Sasaran atau
tujuan organisasi sering bergeser, bukan untuk melaksanakan layanan umum secara
efisien melainkan sekedar untuk melestarikan aturan aturan yang ada.
c)
Kurangnya “kapasitas” personil yang
terlatih (Skilled Incapacity)
Yang dimaksud
kapasitas disini adalah kemampuan
personil untuk melihat tugas tugasnya dalam rangka proses organisasi secara
keseluruhan.
d)
Sistem kewenangan berganda (Dual System of Authority)
Adanya
perbenturan dua kewenangan yatitu kewanangan struktural dan kewenangan
fungsional.
Masalah masalah seperti diataslah yang
harus menjadi perhatian para pejabat birokrasi pemerintahan dalam rangka
menciptakan adaministrasi yang efisien. Bagaimanapun juga efisiensi tetap
merupakan salah satu sendi utama dalam menilai sistem pemerintahan yang baik.
Demikianlah asas asas pokok
pemerintahan yang dapat digunakan untuk menilai legitimasi kekuasaan birokrasi
pemerintahan terhadap warga negara. Asas asas ini hendaknya dijadikan pedoman
oleh para birokrat dalam menjalankan tugas tugasnya.
Berikut ini adalah asas asas umum yang
berasal dari pemikiran dan praktek adminisrasi di negara belanda :
1.
Asas kepastian hukum (principle of legal security)
2.
Asas keseimbangan (pronciple of proportionality)
3.
Asas kesamaan dalam mengambil keputusan
(principle of equality)
4.
Asas bertindak cermat (principle of carefulness)
5.
Asas motivasi untuk setiap keputusan (principle of motivation)
6.
Asas tidak mencampuradukkan kewenangan
(principle of misuse of competence)
7.
Asas permainan yang layak (principle of fair play)
8.
Asas keadilan dan kewajaran (principle of reaonable or prihibition of
arbitratiness)
9.
Asas menanggapi penghargaan yang wajar
(principle of meeting raised expectation)
10. Asas meniadakan
akibat suatu keputusan yang batal (principle
of undoing the consequencies of annuled decision)
11. Asas
perlindungan atas pandangan/cara hidup pribadi (principle of protecting the personal way of life)
12. Asas
kebijaksanaan (sapientia)
13. Asas
penyelenggaraan kepentingan umum (principle
of public service)
Tampaklah bahwa ketiga belas asas ini
lebih menitik beratkan kepada nilai nilai judisial (judiciary values) yang mengandaikan internalisasi rasa keadilan
masyarakat dalam proses administrasi pemerintahan serta pendayagunaan jajaran
kehakiman dalam menangani masialah masalah atau sengketa administratif.[4]
- Administrasi dan Nilai-Nilai Yudisial Norma Pengawasan
Pembuatan
keputusan merupakan penopang utama kegiatan administrasi. Sebagian besar proses
administrasi berupa serangkaian pemilihan alternatif tindakan atau pengambilan
keputuasn. Waktu yang tersedia untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan
tersebut seringkali sangat sempit karena permasalahan yang ada mebutuhkan
penaganan segera. Sementara itu pertimbangan efesiensi terkadang tidak
memungkinkan bagi para pejabat pemerintah untuk berlama-lama memikirkan akibat
dari suatu keputusan atau mencari landasan legalitas dari kebijakan-kebijakan
yang dibuatnya. Karena itulah para pejabat pemerintah dituntut untuk mampu
menjawab persoalan-persoalan secara pragmatis.
Untuk membuat
keputusan haruslah dilaksanakan dengan hasil pertimbangan yang baik dan tidak
merugikan kedua belah sisi, baik Pemerintah maupun Masyarakat. Karena hasil
dari keputusan tidak jarang membawa keributan ataupun demo-demo dari kalangan
masyarakat yang tidak terima dengan keputusan dari pemerintah tersebut. Sebagai
contoh kenaikan harga bahan bakar minyak atau ditariknya subsidi oleh
pemerintah yang berdampak pada kenaikan harga barang dipasaran.
Pembuatan
keputusan merupakan penopang utama kegiatan administrasi. Waktu yang tersedia
untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan tersebut seringkali sangat sempit
karena permasalahan yang ada membutuhkan penanganan segera. Pertimbangan lain
untuk mengambil keputusan-keputusan pragmatis ialah kenyataan bahwa
rumusan-rumusan legal yang ada acapkali tidak mampu menjawab situasi permasalahan
yang tengah dihadapi.
Perkembangan
sistem ketatanegaraan diseluruh dunia selama setengah abad terakhir menunjukan
meluasnya pengakuan atas hak-hak rakyat. Pernyataan-pernyataan tentang hak
asasi itu antara lain meliputi kebebasan untuk berbicara dan berkumpul, hak
hidup dan hak milik, serta hak atas perlindungan yang sama. Ada dua manfaat
yang dapat ditarik dari keterlibatan lembaga-lembaga peradilan tersebut.
Pertama tentu saja adalah terlindunginya kepentingan-kepentingan rakyat,
terutama pihak warga Negara yang kedudukannya lemah. Kedua adalah manfaat yang
diperoleh dari reformasi yang berkesinambungan atas tata kerja dalam
institusi-institusi public serta cara-cara dalam pengambilan kebijakan oleh
aparat-aparatnya. Kemudian perkembangan signifikan yang ke tiga ialah ekspansi
tanggung jawab legal bagi administrator publik.
Hak-hak
individu konstitusional yang seharusnya diperhatikan dan diakui oleh aparatur
pemerintah justru dilanggar, dan tanggung jawab administrator public terhadap
kesejahteraan umum menjadi luntur. Maka dalam rangka menciptakan sistem
administrasi yang tertib dan bersih kerja sama antara lembaga-lembaga kehakiman
dengan lembaga-lembaga administratif sangat penting peranannya. Beberapa model
dapat diajukan untuk melihat kemungkinan penerapannya dimasa mendatang:
- Penguasaan (coping): Ketegangan antara kekuasaan kehakiman dan kekuasaan administrative mungkin tan pernah berakhir.
- Konvergensi: Mengasumsikan bahwa interaksi antara aparat kehakiman dan administrator public akan menghasilkan harmoni.
- Kemunduran judicial (judicial withdrawal): Sebagian kritikus, akademisi dan praktisi tetap mengecam campur tangan atau intervensi yang berlebihan para jaksa dan hakim dalam administrasi Negara.
- Perluasan hak (expanding rights): Asumsi yang dipakai ialah bahwa kemungkinan jangka panjang untuk memperkuat dan memperluas hak-hak asai individual akan terus bertambah
- Kultur administrative baru (new administrative cultur): Kelima model interaksi masing-masing punya keunggulan dan kelemahan, dan kesemuanya punya peluang untuk diterapkan atau dikembangkan.
Untuk
mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan administrasi Negara secara judicial
pemerintah bersama-sama dewan perwakilan telah mengesahkan undang-undang PTUN.
Untuk menciptakan system administrasi pemerintahan yang tertif, mencegah
kebocoran uang Negara, serta menjamin efektifitas dan efisiensi,
lembaga-lembaga pemerintah harus memiliki pemeriksa yang berpotensi dan
berkualitas tinggi. Dalam menjalankan tugas-tugas pengawasan, aparat juga harus
memiliki sikap batin tertentu. Diantara kualitas batin tersebut adalah sikap
sanksi (suspicious mind), ingin tahu lebih banyak (inquisitive mind),
logis dan analitis (logical and analytical mind), dan akurat (accurate).
Melalui Keputusan pemerintah No. 67 tahun 1980, misalnya telah diatur tentang
kedudukan Badan Pertimbangan Kepegawaian bagi instansi-instasi pemerintah.[5]
C. Kearifan Dalam Kebijakan
Perkembangan konstelasi politik
dan ekonomi di Indonesia selama beberapa dasawarsa terakhir menampakan tiga
kecenderungan utama. Pertama, meningkatnya kemakmuran dengan semakin
terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Kedua, meluasnya kekuasaan birokrasi pada
setiap jenjang administrasi pemerintah. Dan yang ketiga, meningkatnya kekuasaan
politis peran para eksekutif berarti meningkat pula peranan birokrat dan
administratior dalam penentuan kebijakan-kebijakan yang menyangkut masyarakat
luas.
Pejabat yang arif menurut
Kumorotomo adalah pejabat yang mampu menjaga supaya keputusan-keputusannya
diterima oleh sebagian besar dengan landasan kebenaran yang hakiki. Tanggung
jawab seorang pejabat pemerintah dengan demikian bukan hanya kepada organisasi
yang dikelolanya atau kepada atasannya saja, tetapi juga kepada warga negara
yang secara langsung ataupun tidak langsung terkena kebijakan yang diambilnya.
Kearifan dalam pengambilan
kebijakan mutlak diperlukan, mengingat dewasa ini terdapat kecenderungan
meningkatnya peran pejabat publik atau administrator pemerintahan dalam
penentuan kebijakan-kebijakan yang menyangkut masyarakat luas. Disinilah arti
penting kearifan, yang merupakan landasan etis bagi para aparatur pemerintah
dalam mengeluarkan kebijakan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat dan kemajuan
bangsa.
Konsep kearifan menjadi bahan
pertimbangan dalam melaksanakan penempatan atau mutasi sehingga akan
meminimalisir timbulnya konflik yang berkepanjangan dan ketidaksepahaman, untuk
bisa menjalankan proses pemerintahan yang baik dalam masa transisi dari
sentralistik ke desentralisasi tidak semua kemauan Pejabat Publik langsung
diterapkan tetapi perlu ada perenungan dan pertimbangan kearifan sehingga
pemerintahan akan berjalan dengan baik.
Dalam membuat kebijakan, seorang
pejabat dapat menggunakan interpretasinya terhadap gagasan tertentu, individu
atau kelompok secara positif maupun negatif. Untuk menerapkan kekuasaan secara
benar, mengelola sumber daya negara dengan tanggung jawab, menentukan
alternatif keputusan secara objektif, dan menerapkan prosedur dengan baik,
seorang pejabat harus memiliki kualitas pribadi yang prima. Bailey menguraikan
tiga kualitas yang diperlukan bagi seorang pembuat kebijakan, yaitu sebagai
berikut:
- Optimisme
Sifat ini hendaknya tidak
ditafsirkan sebagai kesenangan untuk menganggap enteng semua masalah, tetapi
suatu kecenderungan untuk berasumsi tentang kemungkinan untuk mendapatkan
hasil-hasil yang positif. Ia mengandung keyakinan bahwa peluang untuk
memecahkan persoalan yang selalu ada.
- Keberanian (Courage)
Sifat ini memerlukan kekuatan
pribadi dan komitmen yang benar. Pembuat kebijakan harus berani menolak
tekanan-tekanan yang tidak sah dari para politisi, pengaruh kelompok-kelompok
kepentingan yang kuat, atau intimidasi dari para pakar dan orang-orang yang
mengandalkan favoritisme.
3. Keadilan
Yang Berwatak Kemurahan Hati
Bailey menggambarkan sifat ini
sebagai kualitas moral yang paling penting bagi pejabat publik. Sifat ini
menunjukkan kemampuan untuk menyeimbangkan komitmen atas orang atau kelompok
sasaran dengan perlakuan baku yang sama serta suatu kepekaan atas perbedaan
individual. Oleh karena itu, kearifan seorang pemimpin sangat dibutuhkan untuk
menjadi perumus kebijakan yang baik. Kepekaan dan empati terhadap karena
bagaimanapun juga pejabat publik harus melayani manusia, yang tentunya punya
martabat, harga diri dan perasaan. Dalam melayani masyarakat umum, yang perlu
selalu diperhatikan ialah ketentuan mengenai keadilan prosedural. Telah
dikemukakan bahwa pelaksanaan keadilan prosedural. Keadilan proseduran
mempersoalkan akses dan perlakuan (access and treatment).
Tindakan manusia merupakan hasil
dari pilihan manusia. Pilihan-pilihan keputusan dibuat atas nama kehendak
individu maupun kolektif dengan berlandaskan harapan atas masa depan dan
perkiraan atas konsekuensi dan tindakan yang dilakukan sekarang. Namun untuk
membuat keputusan-keputusan yang tepat seorang pejabat harus pula memiliki
kapasitas intelektual yang memadai. Teori peilihan melihat pembuatan keputusan
sebagai suatu tindakan yang disengaja yang berdasarkan empat hal yaitu:
- Pengetahuan tentang alternatif-alternatif tindakan
Pembuatan keputusan harus memahami sejumlah
alternatif untuk bertindak. Alternatif-alternatif tersebut dirumuskan
beradasarkan situasi dan dipahami sebagai sesuatu yang tidak mendua atau tidak
menagndung ketaksaan (unam-biguosly).
- Pengetahuan tentang konsekuensi
Pembuatan keputusan memahami
konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan alternatif, atau
setidak-tidaknya memiliki pegangan atas probabilitas keberhasilan atau
kegagalan tindakan tersebut.
- Pengaturan preferensi yang konsisten
Pembuatan keputusan memiliki fungsi-fungsi objektif
yang memungkinkan kensekuensi-konsekuensi dari alternatif tindakan dapat
dibandingkan dengan nilai-nilai subjektif mereka.
- Aturan keputusan
Para pembuat keputusan harus memakai aturan-aturan
untuk memilih sebuah alternatif tindakan berdasarkan konsekuensi dan
pereferensi mereka. Dalam model pembuatan keputusan yang sempurna diasumsikan
bahwa pembuat keputusan mengetahui setiap alternatif dari suatu keputusan,
memahami masing-masing konsekuensinya, memiliki subjektif yang utuh tentang
konsekuensi-konsekuensi tersebut, dan pemilihan keputusan dilakukan dengan
menyeleksi alternatif yang mengandung nilai harapan tertinggi.
Para pejabat pembuat kebijakan
hendaknya memiliki kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang pernah dibuat
dan melihat setiap permasalahan secara serius. Kearifan juga mengandungarti
bahwa pembuat keputusan tidak bertindak gegabah dan menganggap ringan suatu
persoalan.
Kearifan dalam mengambil
kebijakan publik ditentukan pula oleh kesediaan aparat untuk tidak begitu saja
mempercayai informasi yang datang dari satu pihak. Setiap persoalan,
lebih-lebih yang menyangkut kepentingan masyarakat, perlu ditelusuri secara
tuntas dengan segala konsekuensinya harus diantisipasi sebelum keputusan
dijatuhkan. Pejabat hendaknya tidak berpegang pada laporan-laporan diatas
kertas yang diberikan oleh bawahan. Dia perlu melihat tanggapan dari
lembaga-lembaga yang lain, merujuk pada peraturan hukum yang ada, melihat
pemberitaan pers tentang masalah yang bersangkutan, mencermati keluhan-keluhan
warga masyarakat melalui rubrik-rubrik pembaca di surat kabar atau
pengaduan-pengaduan langsung, dan akhirnya mengambil keputusan berdasarkan
wawasan manejerial yang holistik.[6]
- Kode Etik Dalam Pelaksanaan Administrasi Negara
Pembicaraan tentang kode etik
bagi orang-orang yang bekerja dalam tugas-tugas administrasi negara barangkali
membawa masalah tentang arti dari kode etik itu sendiri mengingat bahwa kode
etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses khusus. Akan tetapi seperti yang
telah diuraikan kedudukan etika administrasi negara berada di antara etika
profesi dan etika politik sehingga tugas-tugas administrasi negara tetap
memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak
bagi segenap aparat politik. Hal yang pertama-tama perlu diingat bahwa kode
etik tidak membebankan sanksi hukum atau paksaan fisik. Kode etik dirumuskan
dengan asumsi bahwa tanpa sanksi-sanki atau hukuman dari pihak luar, setiap
orang tetap menaatinya.
Jadi dorongan untuk mematuhi
perintah dan kendali untuk menjauhi larangan dari kode etik bukan dari sanksi
fisik melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri, martabat, dan nilai-nilai
filosofis. Kode etik adalah persetujuan bersama, yang timbul dari diri para
anggota itu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka, sesuai dengan
nilai-nilai ideal yang diharapkan. Dengn demikian pemakaian kode etik tidak
terbatas pada organisasi-organisasi yang personalianya memiliki keahlian
khusus. Pelaksanaan kode etik tidak terbatas pada kaum profesi karena
sesungguhnya setiap pekerjaan dan setiap jenjang keputusan mengandung
konsekuensi moral.
Dalam kode etik itu bisa menjadi
sarana untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi kerena bagaimanapun juga
organisasi hanya dapat meraih sasaran-sasaran akhirnya kalau setiap pegawai
yang bekerja di dalamnya memiliki aktivitas dan perilaku yang baik.
Manfaat lain yang akan didapat
dari perumusan kode etik ialah bahwa para aparat akan memiliki kesadaran moral
atas kedudukan yang diperolehnya dari negara atas nama rakyat. Pejabat yang
menaati norma-norma dalam kode etik akan menempatkan kewajibannya sebagai
aparat pemerintah (incumbency obligation) diatas
kepentingan-kepentingannya akan karir dan kedudukan. Pejabat tersebut akan
melihat kedudukan sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Oleh karena itu kode etik
mengandaikan bahwa para pejabat publik dapat berperilaku sebagai pendukung
nilai-nilai moral dan sekaligus pelaksana dari nilai-nilai tersebut dalam
tindakan-tindakan yang nyata.
Sebagai aparat negara, para
pejabat wajib menaati prosedur, tatakerja, dan peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan oleh organisasi pemerintah. Sabagai pelaksana kepentingan umum, para
pejabat wajib mengutamakan aspirasi masyarakat dan peka terhadap
kebutuhan-kebutuhan masyarakat tertentu. Dan sebagai mansuia yang
bermoral, pejabat harus memperhatikan nilai-nilai etis di dalam bertindak dan
berperilaku. Dengan perkataan lain, seorang pejabat harus memiliki kewaspadaan
spiritual. Kewaspadaan profesional bearti bahwa dia harus menaati kaidah-kaidah
teknis dan peraturan-peraturan sehubungan dengan kedudukan sebagai seorang
pembuat keputusan. Sedangkan kewaspadaan spiritual merujuk pada penerapan
nilai-nilai kearifan, kejujuran, keuletan, sikap sederhana, dan hemat, tanggung
jawab, serta akhlak dan perilaku yang baik.
Unsur-unsur etis yang langsung
menyangkut pekerjaan sehari-hari seorang pegawai dapat dilihat dalam Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil. Berikut ini diuraikan kedelapan unsur penilaian secara singkat:
- Kesetiaan
Kesetiaan disini adalah ketaatan,
pengabdian dan kesetiaan kepada pancasila, UUD 1945, Negara, serta Pemerintah.
Sedangkan yang dimaksud dengan pengabdian adalah penyumbangan pikiran dan
tenaga secara ikhlas dengan mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan
pribadi dan golongan. Kecuali dua pengertian ini ada pula konotasi kesetiaan
yang berarti tekad dan kesanggupan untuk menaati, melaksanakan, mengamalkan
sesuatu yang disertai penuh kesadaran dan tanggung jawab.
- Prestasi kerja
Prestasi kerja adalah hasil kerja
yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi kerja adalah: a) Kecakapan, b) Keterampilan, c)
Pengalaman, d) Kesungguhan, e) Kesehatan
- Tanggung jawab
Tanggung jawab berarti
kesanggupan seorang pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan
kepadanya dengan sebaik-baiknya, tepat pada waktunya dan berani memikul resiko
atas keputusan yang dibuatnya. Bagian-bagian dari tanggung jawab adalah:
a.
Menyelesaikan
tugas dengan baik dan tepat pada waktunya
b.
Kesalahannya
tidak dilemparkan pada orang lain
c.
Menyimpan
dan memelihara barang milik negara
d.
Dalam
segala keadaan tetap berada ditempat
e.
Mengutamakan
kepentingan dinas
f.
Berani
dan ihklas memikul resiko
- Ketaatan
Yaitu kesanggupan seorang pegawai
untuk menaati segala peraturan perundang-undangan, peraturan kedinasan yang
berlaku, pearaturan kedinasan dari atasan yang berwenang serta sanggup tidak
melanggar larangan yang ditentukan. Bagian-bagian dari ketaatan adalah:
- Menaati peraturan kedinasan dari atasannya
- Menaati peraturan perundang-undangan yang ada
- Memberikan kepada masyarakat layanan sebaik-baiknya sesuai dengan bidang tugasnya
- Menaati ketentuan jam kerja dan sopan santun
- Kejujuran
Yang dimaksud dengan kejujuran
adalah ketulusan hati dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk tidak
menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Maka kejujuran dapat dinilai
dari keadaan berikut:
a.
Melaksanakan
tugas secara ikhlas
b.
Tidak
menyalah gunakan wewenangnya
c.
Hasil
kerjanya dilaporkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
- Kerjasama
Yang dimaksud disini adalah
kemampuan seorang pegawai untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam
menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan sehingga mencapai daya guna dan hasil
guna yang sebesar-besarnya. Jadi nilai kerja sama dapat diketahui bila seorang
pegawai:
- Mengetahui bidang tugas orang lain yang ada hubungannya dengan tugas mereka
- Mampu menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat orang lain yang diyakini besar
- Bersedia mengambil keputusan yang diambil secara sah
- Bersedia mempertimbangkan usul orang lain
- Mampu berkerja bersama-sama orang lain
- Menghargai pendapat orang lain
- Prakarsa
Inisiatif atau prakarsa adalah
kemampuan seorang pegawai untuk mengambil keputusan, langkah-langkah serta
melaksanakannya sesuai dengan tindakan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas
pokok tanpa menunggu perintah dari atasan. Bagian-bagian dari prakarsa adalah:
- Berkemampuan memberi saran kepada atasan
- Berusaha mencari tatacara kerja baru yang baik
- Tanpa menunggu perintah, berkemauan melaksanakan tugas
- Kepemimpinan
Kepemimpinan berarti kemampuan
seorang pegawai atau pejabat untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat
dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Jadi kepemimpinan
merujuk kepada kemampuan manejerial dari para pegawai yang memiliki bawahan dan
atau memangku jabatan. Bagian-bagian dari kepemimpinan adalah:
- Berusaha menggugah semangat dan menggerakkan bawahan
- Berusaha menumpuk dan mengembangkan kerja sama
- Mampu mengemukakan pendapatnya dengan jelas
- Bersedia mempertimbangkan saran-saran bawahan
- Memperhatikan nasib dan kemajuan bawahan
- Mengambil keputusan cepat dan tepat
- Mengetahui kemampuan bawahan
- Menguasai bidang tugasnya, bertindak tegas tanpa memihak, serta memberikan teladan yang baik.
Dari banyak uraian tentang
nilai-nilai etika yang ditujukan untuk jajaran pegawai negeri, sangat terasa
bahwa ungkapan-ungkapan yang dipergunakan begitu formal dan kaku. Uraian-uraian
tersebut sebagian besar berisi daftar keharusan dan larangan tanpa ungkapan
mengenai dasar-dasar mengapa suatu tindakan diharuskan atau dilarang dan tanpa
nuansa yang menyentuh nurani.
Demikianlah, kode etik mencoba
merumuskan nilai-nilai etis luhur kedalam bidang tertentu, dalam hal ini pada
tugas-tugas administrasi negara. Sudah barang tentu kode etik sekedar merupakn
pedoman betindak. Mengenai pelaksanaannya dalam perilaku nyata, tergantung
kepada niat baik dan sentuhan moral yang ada dalam diri pegawai atau pejabat
sendiri. Namun karena kode etik dirumuskan untuk penyempurnaan pekerjaan,
mencegah hal-hal yang buruk, dan untuk kepentingan bersama, maka setiap
pegawai dan pejabat diharapkan menaatinya dengan kesadaran yang tulus.
Paham idealisme etik mengatakan
bahwa pada dasarnya setiap manusia adalah baik dan suka hal-hal yang baik.
Apabila ada orang-orang yang menyimpang dari kebaikan, itu semata-mata karena
itu tidak tahu norma untuk bertindak dengan baik atau tidak tahu cara-cara
bertindak yang menuju arah kebaikan. Yang diperlukan adalah suatu peringatan
dan sentuhan nurani yang terus menerus untuk menggugah kesadaran moral dan
melestarikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dan interaksi antar individu.[7]
PENUTUP
Kesimpulan
·
Asas Asas Umum Birokrasi
Pemerintahan yang Baik mengandung beberapa prinsip yaitu: Prinsip Demokrasi, Keadilan Sosial dan
Pemerataan, Mengusahakan Kesejahteraan Umum, Mewujudkan Negara Hukum, Dinamika dan
Efisiensi
·
Administrasi dan Nilai-Nilai Yudisial Norma Pengawasan
Untuk mengendalikan dan mengawasi
pelaksanaan administrasi Negara secara judicial pemerintah bersama-sama dewan
perwakilan telah mengesahkan undang-undang PTUN.
Dalam menjalankan tugas-tugas
pengawasan, aparat juga harus memiliki sikap batin tertentu. Diantara kualitas
batin tersebut adalah sikap sanksi (suspicious mind), ingin tahu lebih
banyak (inquisitive mind), logis dan analitis (logical and analytical
mind), dan akurat (accurate).
·
Kearifan Dalam Kebijakan
Kearifan dalam pengambilan
kebijakan mutlak diperlukan, mengingat dewasa ini terdapat kecenderungan
meningkatnya peran pejabat publik atau administrator pemerintahan dalam
penentuan kebijakan-kebijakan yang menyangkut masyarakat luas. Disinilah arti
penting kearifan, yang merupakan landasan etis bagi para aparatur pemerintah
dalam mengeluarkan kebijakan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat dan kemajuan
bangsa.
·
Kode Etik Dalam Pelaksanaan Administrasi Negara
Kode etik adalah persetujuan
bersama, yang timbul dari diri para anggota itu sendiri untuk lebih mengarahkan
perkembangan mereka, sesuai dengan nilai-nilai ideal yang diharapkan. Dengn
demikian pemakaian kode etik tidak terbatas pada organisasi-organisasi yang
personalianya memiliki keahlian khusus. Pelaksanaan kode etik tidak terbatas
pada kaum profesi karena sesungguhnya setiap pekerjaan dan
DAFTAR PUSTAKA
- Buku
Joeniarto.
Demokrasi dan System Pemerintahan Negara.
1984. Jakarta:
Bina
Aksara
Kumorotomo,
Wahyudi. Etika Administrasi Negara.
2013. Jakarta:
Rajawali
Pers
terimakasih ini sangat membantu saya..
BalasHapus