Kebijakan Moneter dan Fiskal
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu ekonomi adalah sebuah
cabang ilmu dari pengetahuan sosial yang tidak bisa lepas dalam kehidupan
sehari-hari karena melalui ilmu ekonomi inilah setiap manusia dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai satu kesatuan atau
dikenal dengan organisasi. Dalam hal ini, organisasi yang merupakan kesatuan
dari setiap individu disebut dengan negara.
Berbicara soal negara, tentu
tidak bisa dilepaskan dari cabang ilmu pengetahuan sosial lainnya yaitu ilmu
politik. Melalui ilmu politik ini individu-individu yang terlibat dalam
organisasi yang disebut sebagai negara dapat memainkan perannya untuk mengatur
sebuah negara agar dapat mencapai tujuannya yang telah dicita-citakan melalui
semua kebijakan, termasuk kebijakan ekonomi.
Pentingnya perekonomian dibagi menjadi tiga bagian
yang pertama, pentingnya ilmu ekonomi
untuk perseorangan (individu), kedua pentingnya
ilmu ekonomi untuk dunia usaha, dan ketiga,
pentingnya ilmu ekonomi untuk bangsa dan Negara.[1]
Krisis global dapat membuat
keadaan perekonomian di berbagai Negara sangat menghawatirkan dan membuat
tingkat perekonomian menerun tajam, yang mengakibatkan suasana ketidakpastiannya sangat
tinggi terhadap masa depan suatu Negara yang
mengalaminya. Untuk mengatasi
dan mencegah terjadinya krisis global Negara
Indonesia melakukan kebijakan-kebijakan yang bertujuan agar kondisi
perekonomian Indonesia pulih kembali.
Kebijakan
yang akan dibahas yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah
merupakan kebijakan di dalam bidang perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya,
sedangkan kebijakan moneter adalah langkah-langkah yang dijalankan oleh Bank
Sentral untuk mengawasi jumlah uang yang berada di tangan masyarakat. Kedua
kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang
ekonomi.
Moneter, fiskal dan perdagangan internasional adalah merupakan
instrument kebijakan makro ekonomi. Indonesia telah mengalami berbagai macam
kebijakan moneter dan fiscal sejak kemerdekaan. Pada awal tahun 1950-an
kebijakan moneter cenderung bersifat konservatif (jumlah uang yang beredar
bertambah dengan mantap, tetapi terkendali dengan laju 22% pertahun) pada tahun
1951-1956. Kemudian pada tahun 1956-1960 pertumbuha uang beredar lebih cepat rata-rat
37% pertahun.
Kebijakan moneter selanjutnya terkesan sebagai hasil sampingan kegiatan
dunia politik dan kebutuhan untuk membiayai defisit anggaran (APBN) yang makin
membesar. Pada awal tahun 1960-an ada usaha untuk melakukan pengendaliaan
moneter, tetapi sejak tahun 1963 tidak dilakukan lagi dan jumlah uang yang
beredar tumbuh tidak terkendalikan. Hal ini menyebabkan inflasi yang parah yang
mencapai puncaknya pada tahun 1966 (indeks harga untuk DKI Jakarta meningkat
150%). Setelah itu terjadi perubahan gaya pengelolaan ekonomi moneter dalam
waktu yang pendek sektor moneter dapat dikendalikan dan harga-harga menuju
stabilitas antara tahun 1969-1971 Indonesia mengalami laju inflasi dibawah 10%
pertahun. Stabilitas ini berlangsung sampai triwulan terakhir tahun 1971,
setelah itu ditandai adanya inflasi yang cukup tinggi, meskipun kebijakan
moneter yang dianut tidak berbeda dengan yang sebelumnya. Menjelang akhir tahun
1976 stabilitas harga dapat dipulihkan kembali dan inflasi mencapai laju
sedikit lebih tinggi dari 10% pertahun. Keadaan seperti ini dapat dipertahankan
sampai tahun 1978, tetapi devaluasi yang dilakukan pada bulan November tahun
1978 menghidupkan kembali inflasi pada tahun 1979. Sampai saat ini Indonesia
menganut kebijakan moneter mengambang (Floating
Rate).[2]
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1.2.1
Apa Pengertian dari Kebijakan Moneter?
1.2.2
Apa Pengertian dari Kebijakan Fiskal?
1.2.3
Apa Tujuan dari Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal?
1.2.4
Apa saja Macam-macam Kebijakan Moneter dan Kebijakan
Fiskal?
1.2.5
Bagaimana Peranan Kebijakan Moneter dan Kebijakan
Fiskal?
1.2.6
Bagaimana Hubungan antara Kebijakan Moneter dengan
Kebijakan Fiskal?
1.3
Tujuan
Masalah
Pembuatan
makalah ini bertujuan agar kita mengetahui tentang:
1.3.1
Memahami tentang Pengertian Kebijakan Moneter
1.3.2
Memahani tentang Pengertian Kebijakan Fiskal
1.3.3
Tujuan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal
1.3.4
Macam-macam Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal
1.3.5
Peranan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal
1.3.6
Hubungan antara Kebijakan Moneter dengan Kebijakan
Fiskal
1.4
Metode
Penulisan
Di dalam karya tulis ini, metode yang akan digunakan
penulis dalam penulisannya adalah sebagai berikut :
1.4.1
Metode literature study, yaitu metode yang
dilakukan dengan cara membaca buku-buku yang berhubungan dengan materi
pembahasan, kemudian mengkaji dan mengambil materi yang dibutuhkan.
1.4.2
Metode deskriptif, yaitu metode yang bertujuan
menjelaskan dan menggambarkan pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai
tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih
sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman,
"margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak
sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi
dengan pemerintah lain.
Kebijakan
Moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh otoritas moneter (Bank Sentral)
untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui pengawasan uang beredar atau suku
bunga, atau kombinasi keduanya, usaha tersebut dilakukan agar terjadi
kesetabilan harga, dan inflasi, serta terjadinya peningkatan output
keseimbangan.[3]
Kebijakan
moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi
ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta
neraca pembayaran internasional yang seimbang.
Apabila
kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat
dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter
pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer
pada sektor riil.
Kebijakan
moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi
secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur
keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat
terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam
pasokan/distribusi barang.
Dalam
perekonomian suatu negara, jika pemerintah memandang bahwa pembangunan ekonomi
yang berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka pemerintah akan
mengambil serangkaian tindakan kebijaksanaan untuk menstabilkan kembali situasi
perekonomian tersebut. Diantaranya adalah kebijaksanaan moneter. Dalam
kebijaksanaan moneter lembaga yang paling berwenang mengambil langkah
kebijaksanaan yang diambil adalah Bank Sentral.
Cara yang
ditempuh bisa melalui operasi pasar terbuka, politik diskonto, cadangan minimum
atau perkreditan yang dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Ada beberapa
perbedaan pendapat mengenai bagaimana uang mempengaruhi perekonomian serta
bagaimana mekanisme transmisi (jalur pengaruh) perubahan jumlah uang beredar.
1.
Jalur biaya modal (The Cost of Capital Channel)
2.
Jalur kekayaan (Wealth Channel)
3.
Jalur harga relatif (Teori Portofolio)
4.
Jalur langsung (Teori Monetarist)
Kebijakan
moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada
instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi
dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam
uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Dengan
kata lain, kebijakan moneter adalah proses di mana pemerintah, bank sentral,
atau otoritas moneter suatu negara kontrol supplay: uang, ketersediaan uang,
dan biaya uang atau suku bunga untuk mencapai menetapkan tujuan berorientasi
pada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Kebijakan Moneter bertumpu pada
hubungan antara tingkat bunga dalam suatu perekonomian, yaitu harga di mana
uang yang bisa dipinjam, dan pasokan total uang. Kebijakan moneter menggunakan
berbagai alat untuk mengontrol salah satu atau kedua, untuk mempengaruhi hasil
seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar dengan mata uang lainnya dan
pengangguran.
Dimana mata uang adalah di bawah
monopoli penerbitan, atau dimana ada sistem diatur menerbitkan mata uang
melalui bank-bank yang terkait dengan bank sentral, otoritas moneter memiliki
kemampuan untuk mengubah jumlah uang beredar dan dengan demikian
mempengaruhi tingkat suku bunga untuk mencapai kebijakan gol.[4]
Serta otoritas
moneter dapat mempengaruhi pertumbuhan output untuk menyerap pengangguran dan
mengendalikan laju inflasi.[5]
Dapat
dipahami betapa pentingnya kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas peredaran
uang, jangan terlalu banyak dan jangan terlalu sedikit. Apabila terlalu banyak
uang yang beredar itangan masyarakat akan menimbulkan terlalu banayak
permintaan didalam ekonomi. Sebaliknya, terlalu sedikit uang yang dipegang
masyarakat membuat rendahnya permintaan didalam ekonomi yang menyebabkan
rendahnya kegiatan produksi yang bias mengakibatkan resesi ekonomi. Jadi
stabilitas uang yang beredar berarti stabilitas ekonomi dan yang terakhir ini
mrupakan kondisi yang paling kritis untuk pertumbuhan output/ekonomi yang
tinggi dan berkelanjutan.[6]
Untuk
memahami efektifitas dari kebijakan moneter terhadap ekonomi Indonesia, perlu
terlebih dahulu dipahami empat hal pokok.
1)
Mekanisme
kerja dari pasar uang atau bagaimana terjadinya permintaan dan penawaran uang
dan keseimbangan antara keduanya.
2)
Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi permintaan dan penawaran uang.
3)
Sistem
moneter yang diterapkan diindonesia
4)
Hubungan
antara uang yang beredar di masyarakat dengan laju pertumbuhan ekonomi.[7]
Ada tiga
instrument utama yang digunakan untuk mengatur jumlah uang beredar: operasi
pasar terbuka (open market operation), fasilitas diskonto (discount rate), dan
rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio). Di luar tiga instrument
tersebut (yang merupakan kebijakan moneter bersifat kuantitatf), pemerintah
dapat melakukan imbauan moral (moral persuasion).[8]
1)
Operasi
Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan
menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika
ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga
pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka
pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat
berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari
Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar
Uang.
Di
Indonesia operasi pasar terbuka dilakukan dengan menjual atau membeli
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) . Jika
ingin mengurangi jumlah uang beredar, pemerintah menjual SBI dan atau SBPU.
Melalui penjualan SBI/SBPU uang yang ada dalam masyarakat ditarik, sehingga
jumlah uang beredar berkurang. Biasanya penjualan SBI/SBPU dilakukan bila
jumlah uang beredar dianggap sudah mengganggu stabilitas perekonomian.
2)
Fasilitas
Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan
memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Untuk membuat jumlah uang
bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya
menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
Dalam
kondisi tertentu, bank-bank mengalami kekurangan uang, sehingga mereka harus
meminjam kepada bank sentral. Kebutuhan ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah
untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Bila
pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar, maka pemerintah menurunkan
tingkat bunga pinjaman (tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga pinjaman yang
lebih murah, maka keinginan bank-bank untuk meminjam uang dari bank sentral
menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya bila
ingin menambah laju pertambahan jumlah uang beredar, pemerintah menaikan bunga
pinjaman. Hal ini akan mengurangi keinginan bank-bank meminjam uang dari bank
sentral, sehingga pertambahan jumlah uang beredar dapat ditekan.
3)
Rasio
Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan
memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.
Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk
menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
Penetapan
rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang beredar, jika rasio
cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih
kecil dibanding sebelumnya. Misalnya, jika rasio cadangan wajib mulanya hanya
10%, maka untuk setiap unit deposito yang diterima, perbankan dapat mengalirkan
pinjaman sebesar 90% dari deposito yang diterima perbankan. Dengan demikian
angka multiplier uang dari sistem perbankan adalah 10.
Bila
rasio cadangan wajib diperbesar menjadi 20%, maka untuk setiap unit deposito
yang diterima, sistem perbankan hanya dapat menyalurkan kredit sebesar 80%.
Angka multiplikasi uang dari sistem perbankan menurun menjadi 5, dengan
demikian jumlah uang beredar di masyarakat akan berkurang. Sebaliknya yang
terjadi bila pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Sebab penurunan rasio
tersebut akan memperbesar angka multiplikasi uang, yang berarti akan
meningkatkan jumlah uang beredar.
Untuk
pertama kalinya sejak Pakto 1988 Bank Indonesia menggunakan rasio cadangan
wajib guna mengerem pertumbuhan besar-besaran moneter yang masih tinggi, yaitu
dengan menetapkan rasio menjadi 3% pada Februari 1996 (ketentuan sebelumnya
menurut Pakto 1988 adalah 2%). Sejak April 1997 besarnya rasio cadangan wajib
adalah 5%.
4)
Himbauan
Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti
menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan
kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam
uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada
perekonomian. Dengan imbauan moral, otoritas
moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang yang beredar.[9]
2.2 Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan
fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola atau
mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara
mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Jadi, kebijakan fiskal
mempunyai tujuan yang sama persis dengan kebijakan moneter. Perbedaannya
terletak pada instrumen kebijakannya. Jika dalam kebijakan moneter pemerintah
mengendalikan jumlah uang beredar, maka dalam kebijakan fiskal pemerintah
mengendalikan penerimaan dan pengeluarannya.[10]
Kebijakan
ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun
kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan
fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi
suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan
perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.
Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.[11]
Perubahan
tingkat dan komposisi pajak serta pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi
variabel-variabel berikut:
a)
Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
b)
Pola persebaran sumber daya
c)
Distribusi pendapat[12]
Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku
akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan
anggaran/politik anggaran sebagai berikut:
a.
Anggaran
defisit (deficit budget) kebijakan
fiskal ekspansi
Anggaran
defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari
pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik
digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesif.
b.
Anggaran
surplus (surplus budget) kebijakan
fiskal kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan
pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Sebaliknya,
politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang
ekspansi mulai memanas (overheating)
untuk menurunkan tekananan permintaan.
c.
Anggaran
berimbang (balanced budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika
pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik
anggaran berimbang, yaitu terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan
disiplin.[13]
Perubahan dalam tingkat dan
komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat berdampak pada
variabel-variabel berikut dalam perekonomian:
a)
Aggregate
demand and the level of economic activity (Permintaan agregat dan tingkat
kegiatan ekonomi).
b)
The
pattern of resource allocation (Pola alokasi sumber daya).
c)
The
distribution of income (Distribusi pendapatan).
Kebijakan fiskal mengacu pada efek keseluruhan
hasil anggaran pada kegiatan ekonomi. Sikap yang tiga kemungkinan kebijakan
fiskal yang netral, ekspansif, dan kontraktif:
1) Sikap Netral
Sebuah
sikap netral menyiratkan kebijakan fiskal anggaran berimbang di mana G = T (Pemerintah
pengeluaran = Pajak pendapatan). Pengeluaran pemerintah sepenuhnya didanai oleh
penerimaan pajak dan hasil keseluruhan anggaran memiliki efek netral pada
tingkat kegiatan ekonomi.
2) Sikap Ekspansif
Sikap
ekspansif kebijakan fiskal bersih melibatkan peningkatan pengeluaran pemerintah
(G> t) melalui pengeluaran pemerintah meningkat, penurunan pendapatan pajak,
atau kombinasi dari keduanya. Hal ini akan mengakibatkan defisit anggaran yang
lebih besar atau lebih kecil daripada surplus anggaran pemerintah sebelumnya,
atau defisit jika sebelumnya pemerintah memiliki anggaran berimbang.
Ekspansioner kebijakan fiskal biasanya berhubungan dengan defisit anggaran.
3) Sikap Kontraktif
Sikap kontraktif kebijakan fiskal (G <T) terjadi
ketika bersih dikurangi pengeluaran pemerintah baik melalui pendapatan pajak
yang lebih tinggi, mengurangi pengeluaran pemerintah, atau kombinasi dari
keduanya. Hal ini akan mengakibatkan defisit anggaran yang lebih rendah atau
surplus yang lebih besar daripada pemerintah sebelumnya, atau surplus jika
sebelumnya pemerintah memiliki anggaran berimbang. Contractionary fiscal policy
is usually associated with a surplus. Kontraktif kebijakan fiskal biasanya
berhubungan dengan surplus.
Sedangkan
Kebijakan fiskal dalam Negara berkermbang merupakan kebijakan pemerintah dalam
bidang pengeluaran dan pendapatannya dengan tujuan untuk menciptakan tingkat
kesempatan kerja yang tinggi tanpa inflasi. Dalam menjalankan kebijakan ini,
tujuan yang ingin dicapai adalah mengusahakan agar keseluruhan pengeluaran
masyarakat dapat mencapai atau mendekati tingkat produksi maksimum yang dapat
diciptakan oleh masyarakat. Tingkat produksi yang paling maksimum yang dapat
diciptakan tersebut dinamakan pendapatan nasional pada tingkat kesempatan kerja
penuh atau pada kapasitas penuh.
Dalam
keadaan dimana seluruh pengeluaran suatu perekonomian adalah lebih besar dari
kesanggupan maksimal perekonomian itu memproduksi barang-barang, inflasi akan
berlaku. Untuk mengelakkan terjadinya kenaikan harga-harga ini, tingkat
pengeluaran masyarakat perlu diturunkan.[14]
2.3 Tujuan Kebijakan Moneter dan
Kebijakan Fiskal
2.3.1
Tujuan Kebijakan Moneter
Tujuan
kebijakan moneter seperti halnya kebijakan ekonomi pada umumnya adalah
keseimbangan intern (Internal Balance) dan keseimbangan ekstern (External
Balance). Kebijakan intern biasanya diwujudkan oleh terciptanya kesempatan
kerja yang tinggi dan dipertahankannya laju inflasi yang rendah. Sedangkan
keseimbangan ekstern dipertahankan agar neraca pembayaran internasional
(Balance of Payment) seimbang dalam arti bahwa neraca pembayaran internasional
tidak deficit dan surplus.[15]
Di bawah
ini adalah tujuan dari dilakukannya Kebijakan Moneter:
1) Stabilitas Ekonomi
Stabilitas ekonomi adalah suatu keadaan di mana pertumbuhan ekonomi
berlangsung secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus
barang/jasa dan arus uang berjalan seimbang.
2) Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja akan meningkat bila produksi meningkat. Peningkatan
produksi biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari
segi upah maupun keselamatan kerja. Perbaikan upah dan keselamatan kerja akan
meningkatkan taraf hidup karyawan dan pada akhirnya kemakmuran dapat tercapai.
3) Kestabilan Harga
Kestabilan harga ditandai dengan stabilitas harga barang dari waktu ke
waktu. Harga yang stabil menyebabkan masyarakat percaya bahwa membeli barang
pada tingkat harga sekarang sama dengan tingkat harga yang akan datang, atau
daya beli uang dari waktu ke waktu adalah sama.
4) Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran dapat dikatakan dalam keadaan seimbang apabila jumlah
nilai barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor. Untuk
mendapatkan neraca pembayaran yang seimbang, pemerintah sering menjalankan
kebijakan moneter. Contohnya adalah dengan cara melakukan devaluasi.
2.3.2
Tujuan Kebijakan Fiskal
Kebijakan
fiskal mempunyai beberapa tujuan, antara lain meningkatkan investasi,
meningkatkan kesempatan kerja, memelihara stabilitas ekonomi internal
(dalam negeri) dan eksternal (luar negeri), serta mengendalikan tingkat
inflasi. Untuk mewujudkan tujuan kebijakan fiskal, pemerintah menggunakan
alat-alat kebijakan fiskal antara lain pajak, pinjaman publik, dan subsidi.
2.4 Macam-macam Kebijakan Moneter dan
Kebijakan Fiskal
2.4.1
Macam-macam
Kebijakan Moneter
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat
diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan
moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1)
Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Kebijakan Moneter Ekspansif adalah suatu kebijakan dalam
rangka menambah jumlah uang yang beredar.
2)
Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Kebijakan Moneter Kontraktif adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi
jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan “kebijakan uang ketat” (tight
money policy).[16]
2.4.2
Macam-macam
Kebijakan Fiskal
Berikut ini adalah macam-macam kebijakan fiskal yang meliputi:
1) Functional
finance : Pembiayaan pemerintah yang bersifat fungsional
2) The
managed budget approach : Pendekatan pengelolaan Anggaran
3) The
stabilizing budget : Stabilisasi anggaran yang otomatis, apabila model ini
gagal, maka pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya seperti dengan
menaikkan gaji PNS atau subsidi
4) Balance
budget approach : Pendekatan Anggaran Belanja berimbang, namun bila terlambat
penyesuaian (Perubahan Anggaran Keuangan), maka kepercayaan masyarakat akan
hilang.
Dalam
konteks perencanaan pembangunan ekonomi, rancangan kebijakan fiskal tidak
hanya diarahkan untuk pengembangan aspek ekonomi seperti pendapatan per kapita,
pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran dan stabilisasi ekonomi, tetapi
juga pening katan aspek sosial seperti pemerataan pendapatan, pendidikan, dan
kesehatan.
Macam-macam
Anggaran / Politik Anggaran:
a)
Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran
defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari
pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan
jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
b) Anggaran
Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran
surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar
daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakanketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating)untuk
menurunkan tekanan permintaan.
c) Anggaran
Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran
berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan
pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastiananggaran
serta meningkatkan disiplin.
2.5 Peranan Kebijakan Moneter dan
Kebijakan Fiskal
2.5.1
Peranan
Kebijakan Moneter
Dengan adanya kelemahan-kelemahan ini bukanlah
berarti bahwa kebijakan moneter tidak dapat digunakan sama sekali di negara
berkembang. Kebijakan moneter masih tetap besar peranannya dalam menciptakan
kestabilan ekonomi. Tapi, bentuk kebijakan yang harus dilaksanakan haruslah
disesuaikan dengan masalah-masalah yang sebenarnya dihadapi. Karena uang tunai
(uang kertas dan uang logam) merupakan bagian terbesar dari penawaran uang,
maka kebijakan moneter bukan saja harus ditunjukkan untuk mempengaruhi penawaran
yang diciptakan oleh sistem bank, tetapi harus pula meliputi usaha untuk
mempengaruhi penawaran uang tunai dalam masyarakat. Pertambahan penduduk dan
pendapatan masyarakat sebagai akibat dari usaha dan kegiatan pembangunan
menyebabkan dari tahun ke tahun penawaran uang harus ditambah.
Berarti salah satu tugas dari kebijakan moneter
adalah untuk menyediakan pertambahan penawaran uang yang cukup sehingga
usaha-usaha pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Dan di negara berkembang
kebijakan ini harus mencakup juga kebijakan untuk mempengaruhi penawaran
uang tunai dalam masyarakat, yaitu dengan berusaha menarik uang tersebut dari
tangan masyarakat, sehingga akan menurunkan tingkat pengeluarannya. Salah satu
caranya adalah dengan menarik uang tersebut kedalam sistem bank, misalnya
dengan cara memberikan bunga yang tinggi kepada penyimpan deposito berjangka.
Langkah ini bukan saja dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga, tetapi juga
dapat membantu menyediakan tabungan untuk digunakan dalam penanaman modal yang
lebih produktif.
Tugas kebijakan moneter di negara berkembang pada
umumnya jauh lebih berat dan rumit jika dibandingkan dengan di negara maju. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan hal ini. Pertama, tugas untuk
mnciptakan penawaran uang yang cukup sehingga pertambahannya dapat selalu
selaras dengan jalanya pembangunan yang memerlukan disiplin kuat dikalangan
penguasa moneter dan juga dipihak pemerintah. Kekurangan modal dan terbatasnya
pendapatan pemerintah seringkali menimbulkan dorongan yang kuat bagi pemerintah
untuk meminjam secara berlebihan pada bank sentral. Jika dilakukan, lajunya
pertumbuhan jumlah uang tunai akan menjadi lebih cepat daripada yang
diperlukan. Kenaikan harga-harga akan terjadi. Seperti telah diuraikan sebelum
ini, sifat dari penawaran baramg-barang di negara berkembang adalah kurang
elastis kalau dibandingkan denga di negara maju. Maka, pertambahan penawaran
uang yang terlalu cepat lebih mudah menimbulkan inflasi. Dengan demikian
peminjaman yang berlebihan oleh pemerintah pada bank sentral bukan akan
mendorong perluasan kegiatan ekonomi, tapi akan menaikkan tingkat harga
barang-barang.
Kedua, bank
sentral di negara berkembang harus secara lebih teliti dan berhati-hati
mengawasi perkembangan penerimaanvaluta asing dan mengawasi kegiatan dalam
sektor luar negeri (ekspor dan impor). Kegiatan di sektor ini sangat
mudah menimbulkan inflasi di negar tersebut , karena harga bahan mentah yang
diekspor selalu naik turun. Maka, penerimaan dari kegiatan ekspor selalu
perubahan yang tidak teratur. Adakalanya tingkat kenaikannya besar sekali, dan
adakalanya sangat merosot, akibat dari naik turunnya pendapatan ekspor kepada
kestabilan ekonomi dan kelancaran pembangunan. Dari uraian itu dapat
disimpulkan tentang pentingnya menghindari akibat-akibatyang tidak
menguntungkan tersebut. Sebagian dari tugas itu dipikul oleh kebijakan moneter.
Akhirnya tugas kebijakan moneter adalah untuk
membantu mempercepat proses pembangunan dengan mengembangkan lebih lanjut
badan-badan keuangan yang telah ada dinegara berkembang. Pembangunan ekonomi
memerlukan modal, dan modal tersebut antara lain berasal dari masyarakat.
Badan-badan keuangan dapat membantu mempertinggi pembentukan modal dalam
suatu masyarakat, yaitu dengan mendorong masyarakat melakukan tabungan di dalam
badan-badan keuangan, dan selanjutnya mengalirkan tabungan ini kepada para
pengusaha. Tabungan yang diciptakan ini memungkinkan para pengusaha mendapatkan
modal yang diperlukan untuk mengembangkan kegiatan perdagangan dan membangun
industri-industri.
Oleh karena itu, untuk melancarkan jalannya
pembangunan perlulah digalakkan perkembangan badan-badan keuangan dan pasar
modal. Perkembangan ini akan membantu usaha untuk menyediakan lebih banyak
tabungan di dalam masyarakat yang sedang berusaha mempercepat pembangunannya.
Disamping itu, kebijakan moneter harus menjalankan langkah-langkah yang menjamin
agar modal atau tabungan yang dikumpulkan dapat diarahkan penggunaannya kepada
kegiatan-kegiatan yang lebih produktif. Langkah- langkah ini akan membantu
mempercepat proses pembangunan ekonomi.
Secara tradisi, bank-bank di negara berkembang
lebih menitikberatkan kegiatannya pada pemberian pinjaman kepada sektor
perdagangan, karena lebih menguntungkan dan risikonya lebih lebih rendah bila
dibandingkan dengan memberi pinjaman kepada sektor industri dan pertanian. Untuk
menjamin agar dana tabungan yang diciptakan akan mengalir ke dua sektor itu,
perlulah dilakukan pengawasan pemerintah melalui bank sentral dengan
melaksanakan kebijakan moneter yang sesuai untuk tujuan tersebut.
Di Negara berkembang kebijakan moneter yang
demikian mempunyai kemampuan yang terbatas dalam mempengaruhi perubahan
penawara uang dan pengeluaran masyarakat. Ada beberapa factor yang dapat
menimbulkan keadaan ini, yaitu:
1) Bank-bank komersil pada umumnya memiliki cadangan
yang berlebuhan. Oleh karenanya perubahan dalam tingkat cadangan minimum tidak
akan banyak mempengaruhin kegiatan mereka untuk meminjhamkan uang kepada para
pengusaha dan masyarakat.
2) Kelebihan dalam cadangan menyebabkan bank-bank
komersil jarang sekali meminjam dari bank sentral. Dengan demikain perubahan
suku buynga dari pinjaman yang diberikan oleh Bank Sentral sedikit saja
pengaruhnya kepada kegiatan bank-bank komersil.
3) Pasar uang dan pasar modal masih belum sempurna
keadaannya dinegara berkembang. Ini menyebabkan operasi pasar terbuka tidak
dapat dijalankan secara efektif. Dalam masyarakat belum terdapat cukup banyak
surat-surat berharga untuk diperjualbelikan.
4) System bank belum mencapai tingkat perkembangan
yang tinggi. Hanya sebagian kecil saja dari masyarakat berhubungan dengan badan
tersebut. Dengan demikian kebijakan moneter hanya mempengaruhi sebagian kecil
saja dari seluruh kegiatan perekonomian. Di samping itu penawaran uag di negara
berkembang terutama masih terdiri dari uang kertas dan logam. Jumlah uang bank (bank
money), yang merupakan komponen lain dari penewaran uang dalam
perekonomian, belum sepenting seperti di negara maju. Ini berarti kegiatan
perdagangan masih banyak yang dilakukan tanpa menggunakan jasa-jasa system;
pedagangan dilakukan secara barter atau dengan menggunakan uang tunai. Dalam keadaan
seperti ini kebijakan moneter yang tradisional lebih terbatas bankpengaruhnya
kepada tingkat pengeluaran dalam masyarakat.[17]
2.5.2
Peranan
Kebijakan Fiskal
Walaupun alat-alat kebijakan
fiskal yang tradisional tidak menciptakan hasil yang sama efektifasnya dengan
di negara maju, bila kebijakan yang dijalankan dengan memperhatikan keadaan di
negara berkembang, maka kebijakan itu dapat menjalankan peranan penting di
dalam usaha untuk mempercepat proses pembangunan. Pertama-tama dengan
menjalankan kebijakan fiskal yang lebih behati-hati (konservatif) daripada
negara maju, yautu dengan sealu menjaga agar pengeluaran pemerintah tetap dalam
keadaan seimbang dan menghindari melakukan pengeluran yang berlebihan,
kebijakan tersebut dapat mengurangi kemungkinan terjadinya inflasi. Kedua,
kebijakan fiskal dapat digunakan untuk mempengaruhi corak penggunanaan sumber
daya. Perbelanjaan pemerintah di suatu sektor akan dapat menggalakkan penanaman
modal yang lebih besar disektor tersebut, sedangkan pajak yang tinggi di suatu
sektor akan membatasi gairah para pengusaha untuk menjalankan kegiatan sektor
tersebut.
Kebijakan fiskal lainnya yang
dapat digunakan untuk mempengaruhi corak penggunaan sumber daya dalam
perekonomian adalah dengan memberikan
perangsangan fiskal (fiscal incentives)
kepada perusahaan-perusahaan yang akan berusaha dalam beberapa bidang kegiatan
tertentu atau di daerah-daerah tertentu. Bentuk perangsang fiskal tersebut
antara lain adalah memberikan pinjaman modal yang bersyarat ringan, pembebasan
sementara pembayaran pajak mempercepat depresiasi barang-barang modal dan
mengurangi atau membebaskan pajak impor barang barang modal dan bahan-bahan
mentah yang digunakan. Dengan demikian yaitu sebagai alat meningkatkan
efisiensi penggunan sumber daya dan sebagai, memperbesar jumlah pembentukan
modal.[18]
2.6 Hubungan antara Kebijakan Moneter
dengan Kebijakan Fiskal
Kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan
perekonomian. Masing – masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal
dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran
pemerintah (goverment expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan
moneter, yaitu GDP, inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan
fiskal dan kebijakan moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat
sektor, dimana sektor – sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor
perusahaan, sektor pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri.
Ke-empat sektor ini memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam
menciptakan pendapatan dan pengeluaran.
Kebijakan fiskal akan mempengaruhi
perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara. Disamping
pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau surplus),
perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan bentuk
kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar
surat berharga, dan pasar uang dan surat berhargta itu akan menentukan tinggi
rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan memperngaruhi tingkat agregat.
Kebijakan fiskal akan mempunyai pengaruh terhadap permintaan dan penawaran
agregat, yang pada giliranya permintaan dan penawaran agregat itu akan
menentukan keadaan di pasar barang dan jasa.
Kondisi
di pasar barang dan jasa ini akan menentukan tingkat harga dan kesempatan kerja
akan menentukan tingkat pendapatan dan tingkat upah yang di harapkan. Keduanya
akan memiliki umpan balik yaitu pendapatan akan memberikan umpan balik terhadap
permintaan agregat dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran
agregat dan pasar uang serta pasar surat berharga.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Kebijakan
moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai
tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih
sejahtera. Kebijakan Moneter bertumpu pada hubungan antara tingkat bunga dalam
suatu perekonomian, yaitu harga di mana uang yang bisa dipinjam, dan pasokan
total uang.
·
Kebijakan
fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola atau
mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara
mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
·
Tujuan
kebijakan moneter seperti halnya kebijakan ekonomi pada umumnya adalah
keseimbangan intern (Internal Balance) dan keseimbangan ekstern (External
Balance). Dan tujuan kebijakan fiskal, antara lain
meningkatkan investasi, meningkatkan kesempatan kerja, memelihara stabilitas
ekonomi internal (dalam negeri) dan eksternal (luar
negeri), serta mengendalikan tingkat inflasi. Untuk mewujudkan tujuan kebijakan
fiskal, pemerintah menggunakan alat-alat kebijakan fiskal antara lain pajak,
pinjaman publik, dan subsidi.
·
Macam-macam Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu: (1) Kebijakan
Moneter Ekspansif/Monetary Expansive Policy, (2) Kebijakan
Moneter Kontraktif/Monetary Contractive Policy. Sedangkan
Kebijakan fiscal dapat dogolongkan menjadi empat, yaitu: (1) Functional
finance : Pembiayaan pemerintah yang bersifat fungsional, (2) The managed
budget approach : Pendekatan pengelolaan Anggaran, (3) The stabilizing budget :
Stabilisasi anggaran yang otomatis, dan (4) Balance budget approach :
Pendekatan Anggaran Belanja berimbang.
·
Peranan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal. Kebijakan moneter masih tetap besar peranannya
dalam menciptakan kestabilan ekonomi. Salah satu tugas dari kebijakan moneter adalah untuk
menyediakan pertambahan penawaran uang yang cukup sehingga usaha-usaha
pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Kebijakan
fiskal lainnya yang dapat digunakan untuk mempengaruhi corak penggunaan sumber
daya dalam perekonomian adalah dengan
memberikan perangsangan fiskal (fiscal
incentives) kepada perusahaan-perusahaan yang akan berusaha dalam beberapa
bidang kegiatan tertentu atau di daerah-daerah tertentu.
·
Hubungan antara Kebijakan Moneter dengan Kebijakan
Fiskal. Sebagaimana kita ketahui bahwa
kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar surat berharga, dan
pasar uang dan surat berhargta itu akan menentukan tinggi rendahnya tingkat
bunga, dan tingkat bunga akan memperngaruhi tingkat agregat. Kebijakan fiskal
akan mempunyai pengaruh terhadap permintaan dan penawaran agregat, yang pada
giliranya permintaan dan penawaran agregat itu akan menentukan keadaan di pasar
barang dan jasa.
3.2 Saran
Materi mengenai Kebijakan moneter
dan kebijakan fiskal ini diharapkan akan lebih dimengerti karena disertai
pemahaman mengenai bagaimana kebijakan-kebijakan itu dapat mempengaruhi perekonomian di suatu
wilayah atau Negara. Dan hubungan antara kebijakan moneter dan fiskal mempunyai
umpan balik antara permintaan dan penawaran pasar. Sehingga memudahkan pembaca
dalam memahami kebijakan tersebut dalam suatu wilayah atau Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Alim,
Sahid. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro
Kebijakan Moneter dan Fiskal. 2008. Sinar
Press: Bandung
Boediono. Kebijakan Fisikal: Pemikiran,
Konsep, dan Implementasi. 2003. Jakarta: Kompas
Farida,
Ai Siti. Sistem Ekonomi Indonesia.
2011. Bandung: Pustaka Setia,
Hartono,
Tono. Mekanisme Ekonomi. 2006.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Marsuki.
Analisis perekonomian Nasional & Internasional. 2010. Mitra Wacana
Media: Jakarta
Pratama
Rahardja, Mandala Manurung. Pengantar
Ilmu Ekonomi (Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) 2008
Rosyidi,
Suherman. Pengantar Teori Ekonomi.
2011. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Subandi.
Sistem Ekonomi Indonesia. 2014.
Bandung: AlfaBeta,
Tambunan,
Tulus T.H. Perekonomian Indonesia.
2011. Bogor: Galia Indonesia.
[1]
Suherman Rosyidi. Pengantar Teori Ekonomi.
2011. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hlm. 32
[4] Sahid Alim. Pengantar
Ilmu Ekonomi Makro Kebijakan Moneter dan Fiskal. 2008. SinarPress: Bandung.
Hlm.67
[5] Tony Hartono. Mekanisme Ekonomi. 2006. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm. 283
[6] Tulus T.H Tambunan. Perekonomian Indonesia. 2011.Bogor: Galia Indonesia. Hlm. 269
[7] Ibid, hlm. 269-270
[8] Pratama Rahardja, Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi (Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia) 2008 hal. 435-437.
[9] Sahid. Pengantar Ilmu Ekonomi
Makro Kebijakan Moneter dan Fiskal.
2008. Sinar Press: Bandung. Hlm 70
[11] Boediono. Kebijakan
Fisikal: Pemikiran, Konsep, dan Implementasi. 2003. Jakarta: Kompas. Hal. 13
[14] Sadona Sukirno. Ekonomi
Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan (Jakarta Kencana) 2006
hal.234
[16] Sahid. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro Kebijakan Moneter dan Fiskal. 2008. Sinar Press: Bandung.
Hlm.75
[17] Marsuki. Analisis perekonomian Nasional & Internasional.
2010. Mitra Wacana Media: Jakarta. Hlm. 45
Emang pada dasarnya tujuan dibuatnya kebijakan fiskal untuk ngatur keuangan negara, dan pengembangannya (secara langsung atau tidak langsung).
BalasHapusThank you udah buat pembahasan ini, untuk kedepannya mungkin penulis bisa mengangkat fenomena fintech sebagai literasi keuangan dan dampaknya terhadap kebijakan-kebijakan yang ada. Contohnya seperti ini :
Peer to peer lending yang aman
But overall udah keren bgt pembahasannya, saya langsung ngerti.
Semoga membantu untuk kemajuan literasi penulis juga ya!
Thanks!