Kamis, 12 Februari 2015

Makalah Fiqh


HUKUM THAHARAH, AIR, WUDLU, MANDI DAN TAYAMUM

            A. Hukum Thaharah
Dalam hukum Islam, soal bersuci dan segala seluk-beluknya termasuk bagian ilmu dan amalannya yang penting, terutama karena diantara syarat-syarat salat telah ditetapkan bahwa seorang yang akan mengerjakan salat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” sedangkan menurut syara berarti bersih dari hadast dan najis. Hadast ada dua, yaitu : hadast besar dan hadast kecil. Menghilangkan hadast besar dengan mandi atau tayamum dan menghilangkan hadast kecil dengan wudlu atau tayammum.
Bersuci dari najis berlaku pada badan, pakaian dan tempat. Cara menghilangkannya harus dicuci dengan air suci dan mensucikan.
Kedudukan Thaharah dalam Ibadah
Thaharah merupakan masalah yang sangat penting dalam agama dan merupakan pangkal pokok dari ibadah yang menjadi penyongsong bagi manusia dalam menghubungkan diri dengan Tuhan.
Shalat tidak sah bila tiada dengan thaharah, hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
“Allah tidak menerima shalat yang tidak dengan bersuci” (H.R Muslim)

            B. Air
Macam-macam air dan pembagiannya
Alat terpenting untuk bersuci ialah air. Ditinjau dari segi hukumnya, air dapat dibagi menjadi 4 macam :
           1.      Air yang suci dan menyucikan
Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan (membersihkan) benda yang lain. Yaitu air yang turun dari langit atau terbit dari bumi dan masih tetap (belum berubah) keadaannya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah hancur kembali, air embun, dan air yang keluar dari mata air. Firman Allah : (Al anfal 11)
Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaan atau sifatnya “suci menyucikan”. Walaupun perubahan itu terjadi pada salah satu dari semua sifatnya yang tiga (warna , rasa, dan baunya) adalah sebagai berikut:
a          .       Berubah karena tempatnya , seperti air yang tergenang atau mengalir di batu belerang.
b           .      Berubah karena lama tersimpan, seperti di kolam.
c           .       Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah disebabkan ikan atau kiambang.
d       .   Berubah karena tanah yang suci, begitu juga segala perubahan yang sukar memeliharanya, misalnya berubah karena daun-daunan yang jatuh dari pohon-pohon yang berdekatan dengan sumur atau tempat-tempat air itu .
2 . Air yang suci, tetapi tidak menyucikan
Zatnya suci, tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam bagian ini ada tiga mcam air, yaitu:
a     .       Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan suatu benda yang suci, selain dari perubahan yang tersebut diatas, seperti air kopi, teh, dan sebagainya.
b     .      Air sedikit, kurang dari kulah, sudah terpakai untuk menghilangkan hadas atau menghilangkan hukum najis, sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula bertambah timbangannya.
c        .       Air dari pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti (air nira), air kelapa, dan sebagainya.
3 . Ai yang bernajis
Air yang termasuk bagian ini ada dua macam :
a.       Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh dipakai lagi, baik airnya sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya seperti najis.
b.      Air bernajis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit-berarti kurang dari dua kulah-tidak boleh dipakai lagi , bahkan hukumnya sama dengan najis.
Kalau air bnyak , berarti dua kulah, atau lebih, hukumnya tetap suci dan menyucikan

           4.      Air yang makruh
Yaitu yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak. Air ini makruh dipakai untuk badan, tetapi tidak makruh untuk pakaian, kecuali air yang terjemur ditanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat yang bukan bejana yang mungkin berkarat.
Menurut 4 madzhab tentang air
Tentang air banyak
1.      Hanafi
Air banyak adalah jika air digerakkan di satu bagian, maka bagian yang lain tidak ikut bergerak.
2.      Maliki
Air banyak dan sedikit sama saja. Yang penting jika air itu berubah salah satu dari sifat-sifatnya, maka air itu menjadi najis: jika tidak, ia tetap suci.
3.      Syafi’i
Air banyak itu adalah dua kullah.
4.      Hambali
Air banyak itu adalah dua kullah.
Air mengalir dan air tenang
1.      Hanafi
Setiap air yang mengalir, sedikit atau banyak berhubungan dengan benda atau tidak, tidaklah menjadi najis hanya dengan bersentuhan dengan najis.
2.      Maliki
Air sedikit tidak menjadi najis dengan hanya bersentuhan dengan najis, dan tidak ada beda antara air yang mengalir dan air yang tenang.
3.      Syafi’i
Tidak membedakan antara air yang mengalir atau yang tenang yang memancar atau tidak, tetapi ditetapkan bedasarkan banyak dan sedikitnya air.
4.      Hambali
Air yang tenang, bila kurang dari dua kullah menjadi najis walaupun hanya bersentuhan dengan najis, baik memancar ataupun tidak. Sedangkan air yang mengalir tidak menjadi najis jika bercampur dengan najis.
Air menyucikan najis
1.      Syaf’i
Jika air  yang banyak mengalami perubahan karena terkena najis,maka air itu dapat disucikan dengan hanya menghilangkan perubahan yang terjadi.
2.      Hambali
Jika air yang banyak  mengalami perubahan karena terkena najis, maka air itu dapat disucikan dengan hanya menghilangkan perubahan yang terjadi.
3.      Maliki
Menyucikan air yang terkena najis itu dapat dengan cara mengguyurkan air muthlaq diatasnya hingga hilang sifat najis itu.
4.      Hanafi
Air yang najis itu menjadi bersih dengan cara mengalirkannya .

Sisa air dalam bejana
1.      Syafi’i
Sisa air anjing dan babi hukumnya najis. Sisa air dari bagal dan keledai itu suci tetapi tidak menyucikan.
2.      Hanafi
Sisa air  anjing dan babi hukumnya najis. Sisa air dari bagal dan keledai suci tetapi tidak menyucikan.
3.      Hambali
Sisa air anjing dan babi hukumnya najis. Sisa air dari bagal dan keledai suci tetapi tidak menyucikan.
4.      Maliki
Sisa air yang diminum anjing dan babi, suci dan menyucikan serta dapat diminum.

      C.    Wudlu
Pengertian Wudlu
Wudlu adalah mengambil air untuk sholat. Wudhu itu termasuk diantaranya syarat sholat yang paling penting. Oleh karena itu, secara keseluruhan wudhu itu adalah bersuci dengan air mengenai muka, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki.
Dalil disyariatkannya:
يآاَيُّهَا الَّذِ يْنَ اَ مَنُوْا إِ ذََا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَ ةِ فَا غْسِلُوا وُ جُو هَكُمْ وَ أَ يْدِ يَكُمْ إِلَى الْمَرَا فِقِ وَا مْسَحُوا بِرُ ؤُ سِكُمْ وَاَرْ جُلَكُمْ إِ لَى الْكعْبَيْنِ ٍ صو ر ة الما ئدة ٦٬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman jika kamu hendak berdiri melakukan shalat basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke sikut, sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu hingga dua mata kaki” (Q.S. Al-Maidah 6)



Rukun Wudhu
Wudhu mempunyai fardhu/rukun. Rukun-rukun tersebut adalah:
a.       Niat
Adalah kemauan yang tertuju kepada perbuatan untuk mengharap keridhoan Allah dan mematuhi peraturannya. Ini semua merupakan perbuatan hati, tidak ada sangkut pautnya dengan lisan, dan mengucapkannya tidak disyariatkan. Alasannya terdapat di dalam hadist Umar, yaitu:
 اَ نَّ رَ سُوْ لَ اللّٰهِ صَلَى اللّٰهِ عَلَيْهِ وَ سَلَمَ  قل׃ إنَّمَا اْلاَ عْمَالُ بِالنِّيَّا تِ وَ إِ نَّمَا لِكُلِّ امْرِ ئٍ مَا نَوَ ى ٬ الحد يث ر و اه الجما عة  
Artinya : “Bahwa Rosulullah SAW. telah bersabda : “Semua perbuatan itu adalah dengan niat, dan setiap manusia akan mendapat sekedar apa yang diniatkannya……” (Sampai akhir hadist yang diriwayatkan oleh Jemaah).
Jadi maksudnya, bahwasanya perbuatan itu hanyalah dengan niat. Maka setiap amal tanpa niat tidak sah menurut Islam. Begitu juga dengan apapun yang dikerjakan tetapi tanpa niat maka hasilnya pun nihil.
b.      Membasuh Muka
Mengalirkan air ke bagian muka. Batas muka itu puncaknya adalah dari ujung kening hingga dagu. Sedangkan lehernya dari pinggir telinga kanan hingga telinganya yang satu lagi.

c.       Membasuh Kedua Tangan Sampai Sikut
Sikut itu adalah engsel yang menghubungkan tangan dengan lengan. Dan kedua sikut itu wajib dibasuh karena Rosulullah SAW. selalu melakukan hal itu dan tidak ada keterangan bahwa Rosulullah SAW. pernah meninggalkannya.

d.      Menyapu Kepala
Cara Rosulullah SAW. mengusap kepala ialah dengan meletakkan dua telapak tangan yang basah di depan kepala dekat dahi, lalu mengusap ke belakang hingga tengkuk, lalu kembali ke awal (ke tempat permulaan), lalu turunkan dua tangan itu ke dua telinga, dan usap bagian dalam dua telinga itu dengan dua jari telunjuk dan usap bagian luar telinga dengan dua ibu jari. Dan tidak ada hadist yang menerangkan mengusap kepala sebanyak 3 (tiga) kali, bahkan ada riwayat yang menegaskan hanya 1 (satu) kali.

Karena ada sebuah hadist yang mengatakan: “Apabila seseorang yang muslim atau mukmin mengambil air wudhu, disaat dia mencuci mukanya, maka keluarlah dari mukanya itu setiap dosa yang dipandang oleh kedua matanya bersamaan dengan air atau bersamaan dengan tetesan air yang terakhir. Apabila dia mencuci kedua tangannya, maka keluarlah dari kedua tangannya itu setiap dosa yang dilakukan oleh kedua tangannya itu bersamaan dengan air atau bersamaan dengan tetesan air terakhir dari cuciannya itu. Apabila dia mencuci kedua kakinya, maka keluarlah setiap dosa yang dilakukan oleh kedua kakinya bersamaan dengan air atau bersamaan dengan tetesan air terakhir dari cuciannya itu sehingga keluar bersama sisa-sisa dosanya.

e.       Membasuh Kedua Kaki Hingga Mata Kaki
Semua fardhu diatas ialah tercantum dalam Firman Allah SWT:
يآاَيُّهَا الَّذِ يْنَ اَ مَنُوْا إِ ذََا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاَ ةِ فَا غْسِلُوا وُ جُو هَكُمْ وَ أَ يْدِ يَكُمْ إِلَى الْمَرَا فِقِ وَا مْسَحُوا بِرُ ؤُ سِكُمْ وَاَرْ جُلَكُمْ إِ لَى الْكعْبَيْنِ ٍ صو ر ة الما ئدة ٦٬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman jika kamu hendak berdiri melakukan shalat basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke sikut, sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu hingga dua mata kaki” (Q.S. Al-Maidah 6)
Sunat-sunat Wudhu
Yang menjadi sunat dalam wudhu diantaranya adalah:
a.       Memulai dengan Bismillah.
b.      Menggosok gigi atau bersiwak.
c.       Mencuci kedua telapak tangan sewaktu hendak memulai wudhu.
d.      Berkumur-kumur sebanyak 3 (tiga) kali.
e.       Mengembuskan air kedalam hidung.
f.       Menyilang-nyilangi janggut.
g.      Menyilang-nyilangi sela-sela jari.
h.      Tayamum (memulai membasuh yang kanan dari yang kiri, dari kedua tangan maupun kedua kaki).
i.        Muwalat (berturut-turut membasuh anggota demi anggota jangan sampai orang yang berwudhu itu menyela wudhunya dengan pekerjaan lain yang menurut kebiasaan dianggap telah menyimpang daripadanya).
j.        Sederhana, tidak boros menggunakan air walau disauk dari laut sekalipun
k.      Berdoa setelah berwudhu.
Hal-hal yang Membatalkan Wudhu
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan batalnya wudhu dan menghalanginya untuk mencapai faedah yang dimaksud, yang dicantumkan sebagai berikut:
1.      Apa saja yang keluar dari salah satu dari kedua jalan, baik muka maupun belakang (qubul atau dubur). Yang termasuk di dalamnya yaitu:
a.       Kencing (buang air kecil) – mengeluarkan air seni.
b.      Buang air besar – mengeluarkan sisa kotoran makanan.
c.       Angin dubur yaitu kentut. Terdapat hadist yang mengatakan:
قَالَ رَ سُوْ لُ اللّٰهِ صَلَّ للّٰهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ׃ إِ ذَا وَ جَدَ أَ حَدَ كُمْ فِى بَطْنِهِ شَيْئَا فَأَ شْكَلَ عٓلٓيْْْهِ أَ خَرَ جَ مِنْهُ شَيْئٌ أَ مْ لاَ ؟ فَلاَ يَخْرُ جَنَّ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْ تًا أَ وْ يَجِدَ رِ يْحًا   ٍ  ر و ا ه مسلم
Mendengar bunyi atau tercium bau, tidaklah jadi syarat dalam hal ini tapi yang dimaksud adalah adanya keyakinan tentang keluarnya sesuatu daripadanya.
a.       Mani – mengenai mani itulah yang diwajibkan mandi karenanya.
b.      Madzi – hendaklah membasuh kemaluannya atau sekitarnya kemudian berwudhulah yakni wudhu untuk sholat.
c.       Wadi – hendaklah membasuh kemaluannya atau sekitarnya kemudian berwudhulah yakni wudhu untuk sholat.
2.      Tidur nyenyak hingga tidak ada kesadaran lagi, tanpa tetapnya pinggul diatas lantai. Dan jika tidur itu sementara dalam posisi duduk, dan duduknya itu dalam keadaan tetap, tidaklah membatalkan wudhunya.
3.      Hilang akal, baik karena gila, mabuk atau disebabkan obat, baik sedikit atau banyak, dan tidak ada bedanya duduk itu ditempatnya atau tidak, karena ketidaksadaran disebabkan semua ini lebih “hebat” dibanding dengan sewaktu tidur, dan dalam hal ini telah disepakati oleh ulama.
4.      Menyentuh kemaluan, tanpa ada batas baik kemaluannya sendiri maupun kemaluan orang lain.
Hal-hal yang Tidak Membatalkan Wudhu
Dalam hal ini penulis ingin mengemukakan hal-hal yang disangka membatalkan wudhu padahal tidak seperti demikian karena tidak adanya alasan yang sah yang dapat dijadikan pegangan mengenainya. Yaitu sebagai berikut:
a.       Menyentuh lawan jenis tanpa ada yang membatas.
b.      Keluar darah dari jalan yang tidak lazim, baik disebabkan oleh luka karena berbekam, atau darah hidung, biarpun sedikit atau banyak.
c.       Muntah, biar sepenuh mulut atau kurang dari itu. Tidak diterima sebuah hadist pun yang dapat dijadikan alasan yang menyatakan bahwa hal tersebut membatalkan wudhu.
d.      Memakan daging unta.
e.       Kebimbangan orang yang telah berwudhu mengenai hadats. Bila seseorang yang telah bersuci itu bimbang, apakah ia telah berhadats atau belum, maka kebimbangan itu tidak jadi soal dan wudhunya tidak batal, baik ia sedang sholat maupun diluarnya, sampai ia yakin betul telah berhadats.
f.       Gelak terbahak tidaklah membatalkan wudhu karena tidak sahnya berita-berita yang sampai mengenai itu.
g.      Memandikan mayat tidaklah wajib berwudhu karenanya disebabkan lemahnya dalil menyatakan batalnya wudhu.
Hal yang membatalkan wudlu menurut 4 madzhab
Mani
1.      Syafi’I : Mani tidak membatalkan wudlu
2.      Hanafi : membatalkan
3.      Hambali : membatalkan
4.      Maliki : membatalkan
Menyentuh
1.      Syafi’I : Menyentuh wanita bukan muhrim membatalkan wudhu secara mutlaq
2.      Hambali : Membatalkan wudhu secara mutlaq
3.      Hanafi : Tidak batal kecuali menimbulkan syahwat
4.      Maliki : Batal jika disentuh dengan telapak tangan
Muntah
1.      Syafi’I : Tidak membatalkan wudhu
2.      Hambali : Membatalkan wudhu secara mutlaq
3.      Hanafi : Membatalkan wudhu jika sampai memenuhi mulut
4.      Maliki : Tidak membatalkan wudhu
Tertawa
1.      Syafi’I : Membatalkan wudhu
2.      Hambali : Membatalkan wudhu
3.      Hanafi : Tidak
4.      Maliki : Membatalkan wudhu
       Tata Cara Wudhu
            Hal-hal yang merupakan tata cara dalam berwudhu, yakni:
a.       Membasuh kedua tangan hingga pergelangan tangan sebanyak 3 (tiga) kali.
b.      Berkumur-kumur sebanyak 3 (tiga) kali.
c.       Menghembuskan air kedalam hidung sebanyak 3 (tiga) kali.
d.      Membasuh muka sebanya 3 (tiga) kali.
e.       Membasuh kedua tangan hingga sikut sebanyak 3 (tiga) kali.
f.       Mengusap kepala cukup sekali.
g.      Membersihkan telinga dengan dua jari telunjuk dan usap bagian dalamnya  dengan dua ibu jari – dilakukan cukup sekali.
h.      Membasuh kedua kaki hingga mata kaki sebanyak 3 (tiga) kali.
      Dan yang menambah nilai baik pada wudhu adalah mendahulukan yang kanan setelah itu baru yang kiri.
      Dalam sebuah hadist dikatakan Rosulullah SAW. bersabda : “Bahwasanya umatku akan datang di hari kiamat di dalam keadaan bercemerlang mukanya dan dua tangannya dari bekas wudhu. Oleh itu barang siapa dari kamu bisa melebarkan cemerlangnya hendaklah ia berbuat.” Maka dari itu, sempurnakanlah wudhu-wudhu kalian.
            D.    Mandi
Mandi ialah mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan niat tertentu. Ia hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan karena jinabat, yaitu keadaan yang karena satu dianta dua hal, yakni karena keluarnya mani(sperma) atau karena bersanggama melalui kelamin.
Mandi juga diwajibkan bagi kaum perempuan ketika telah suci dari haid, nifas, dan melahirkan. Ia disunnahkan bagi orang yang hendak shalat jum’at, shalat ‘Id, shalat Istiqa’ (meminta hujan), shalat kusuf (gerhana matahari), shalat khusuf (gerhana bulan), orang yang memandikan jenazah, dan orang kafir yang masuk Islam.

Pengertian mandi menurut syara
Mandi menurut syara ialah meratakan air pada seluruh badan untuk membersihkan/mengankat hadast besar. Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat baru sah apabila kita suci dari hadast besar maupun kecil.
Cara menghilangkan hadast besar dengan mandi wajib, yaitu membasuh seluruh tubuh mulai puncak kepala/ujung rambut hingga ujung kaki. Firman Allah dalam Al-Qur-an sebagai berikut :
“Janganlah kamu sekalian kerjakan shalat dikala kamu sedang mabuk hingga kamu mengetahui apa yang kamu katakana, dan jangan pula kamu kerjakan shalat ketika kamu sedang “junub” kecuali lewat tempat shalat saja, sebelum kamu mandi lebih dahulu”. (Qs An-Nisa, ayat 43).

Sebab-sebab yang mewajibkan mandi
a.       Hubungan kelamin, yaitu bertemunya dua khitanan (persunatan) laki-laki dan perempuan.
“Dari Abi Hurairah ra. Ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda : apabiala laki-laki duduk di antara empat cabang wanita, lalu ia dikerjakan, maka sungguh telah wajib mandi. Muttafaq’alaih. Dan Muslim menambah : “Walaupun tidak keluar maninya”.

“Dari Anas ra. Ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda : (tentang wanita yang mimpi apa-apa yang dimimpikan oleh laki-laki) sabdanya : “Hendaklah ia mandi”. Muttafaq’alaih. Dan Muslim menambah : Berkata Ummu Salamah : “Apakah suka terjadi begitu ?”.nabi bersabda : “ya, karena dari manakah adanya persamaan?”
Sabda Rasulullah saw :
“Sabda rasulullah saw: “apabila bertemu dua penyunatan (khitan) maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi, meskipun tidak keluar mani”. Riwayat Muslim.

b.      Keluar Mani
“Dari Abu Sa’id Al-Khudriyyi ra. Ia berkata Rasulullah saw. Bersabda :”Air itu dari air”. (H.R Muslim dan asalnya dari Bukhari)

c.       Mati
“Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : bahwasanya nabi saw. Bersabda tentang orang yang meninggal lantaran jatuh dari kendaraannya : “Mandikanlah dengan air dan bidara, dan kafanilah dengan dua kainnya”. (H.R Bukhari dan Muslim)

d.      Haidh (datang bulan) yaitu keluar darah secara wajar dari rahim wanita beberapa hari pada tiap-tiap bulan.

“Dari Aisyah ra, ia berkata : Bahwasanya Ummu Habibah binti Jahsyin mengadu kepada Rasulullah saw, tentang darah, maka Rasulullah bersabda : “Berhentilah (dari sembahyang) selama haidmu menghalangimu, kemudian mandi”. Tapi Ummu Habibah suka mandi untuk tiap-tiap sembahyang”. (H.R Muslim)

“Dan dari hadits Asma binti Umais riwayat Abu Dawud : “Hendaklah ia duduk di suatu bejana, maka apabila ia melihat kuning diatas air hendaklah ia mandi buat sembahyang zuhur dan ashar satu kali mandi dan untuk maghrib dan isya satu kali mandi dan untuk shubuh satu kali mandi dan harus berwudlu antara dua sembahyang itu”.
e.       Melahirkan anak,
f.       Nifas, yakni darah yang keluar dari rahim wanita sehabis melahirkan anak.

Fardlu/rukun mandi
Tentang rukun mandi ini dapat diutarakan sebagai berikut :
a.       Niat, yakni menyengaja mandi untuk menghilangkan hadast besar. Niat ini sekurang-kurangnya dilakukan ketika akan mengerjakan amalan pada waktu pertama kali.
b.      Membasuh badan,
c.       Menghilangkan najis yang ada pada badan,
d.      Meratakan air ke seluruh rambut dan kulit.
Sunnat-sunnat mandi
a.       Membaca Bismillahirrahmanirrahim,
b.      Berwudlu sebelum mandi,
c.       Menggosok badan dengan tangan,
d.      Menyilang-nyilang rambut dan celah-celah anggota,
e.       Memulai membasuh kepala kemudian membasuh anggota-anggota badan yang sebelah kanan dahulu,
f.       Meniga kalikan pembasuhan anggota badan,
g.      Beriring, yaitu tidak lama waktunya antara membasuh sebagian anggota yang satu dengan yang lain.

       Rasulullah saw, melaksanakan mandi sesuai dengan sabdanya :
“Dari Aisyah ra, ia berkata : adalah rasulullah saw, mandi jinabat beliau mulai mencuci dua tangannya lalu beliau menyiramkan dengan yang kanan atas yang kiri, lalu beliau mencuci kemaluannya, lalu berwudlu ,lalu beliau mengambil air, lalu beliau memasukan jari-jarinya ke pangkal-pangkal rambut, lalu beliau menyiram kepalanya tiga kali siraman, lalu beliau menyiram seluruh badannya, kemudian mencuci kakinya”. ( Muttafaq’alaih, dan lafadh ini dalam riwayat Muslim).

Mandi Sunnat
Di samping mandi yang bersifat wajib dalam agama islam ada mandi yang bersifat anjuran, yaitu :
a.       Orang yang baru masuk islam,
b.      Orang yang baru sembuh dari gila dan pingsan,
c.       Untuk menghadiri shalat jum’at,
d.      Untuk menghadiri shalat-shalat idul fithri dan idul adh-ha,
e.       Untuk shalat istisqa (minta hujan)
f.       Habis memandikan mayat,
g.      Waktu akan berihram,
h.      Masuk negeri Mekah,
i.         Wuquf di padang Arafah,
j.        Bermalam di Muzdalifah,
k.      Melempar jumrah,
l.        Akan thawaf dan sa’I,
m.    Akan masuk negeri Madinah.

     E.     Tayammum
Pengertian Tayamum
Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang menurut asal menggunakan air bersih, diganti dengan menggunakan debu atau tanah yang bersih. Tidak sembarangan tanah atau debu yang dapat digunakan. Yang dapat digunakan yaitu tanah bersih lagi suci yang mengandung debu. Dan tidak boleh digunakan jika tanah itu mengandung najis. Jika setelah seseorang bertayamum, lalu sholat dan air sudah tersedia, maka ia tidak perlu mengulang kembali sholatnya. Dan tayamum itu sendiri dapat batal apabila ia beralasan tidak ada air, padahal air tersedia. Dan untuk menghilangkan hadats, dibandingkan tayamum, haruslah tetap menggunakan air, yang wajib hukumnya bila sudah tersedia air. Tayamum untuk hadats ini sifatnya hanya sementara dan bila keadaannya sangat darurat.
Rukun Tayamum
Yang menjadi rukun dalam melakukan tayamum adalah sebagai berikut:
a.       Niat bertayamum.
b.      Menyapu muka dengan tanah yang mengandung debu.
c.       Menyapu kedua tangan sampai pergelangan tangan dengan tanah yang mengandung debu.
Syarat-syarat Tayamum
Dalam Tayamum, terdapat beberapa syarat-syarat, diantaranya adalah:
a.       Sudah masuk waktu sholat.
b.      Tidak ada air setelah mencari.
c.       Dengan tanah yang mengandung debu, yang bersih lagi suci.
d.      Bersih lagi suci dari najis.
e.       Tidak bisa menggunakan air, dikarenakan dalam kondisi sakit.
Sebab-sebab Tayamum
Adapun yang menjadi sebab atau penyebab seseorang melakukan tayamum adalah sebagai berikut:
a.       Telah berusaha mencari air, tetapi tidak ditemukan.
b.      Air yang tersedia jauh dari tempat sholat yang dapat membuat terlambat sholat.
c.       Air yang tersedia suhu dan kondisinya mengundang kemadhorotan.
d.      Sedang dalam perjalanan yang jauh atau dapat disebut musafir.
e.       Air yang tersedia hanya untuk air minum saja.
f.       Sedang dalam kondisi sakit dan tidak boleh terkena air.
g.      Jumlah air yang ada tidak mencukupi karena jumlahnya tinggal sedikit.
Sunnah Tayamum
Sedangkan yang menjadi sunnah dalam melakukan tayamum adalah:
a.       Membaca Bismillah.
b.      Menepiskan debu.
c.       Mendahulukan yang kanan kemudian yang kiri.
d.      Tertib.
Tata Cara Tayamum
Tata cara tayamum yang dilakukan Rasulullah SAW yaitu sebagai berikut:
a.       Memukulkan kedua telapak tangan kepermukaan bumi dengan satu kali pukulan, kemudian meniupnya.
b.      Menyapu punggung telapak tangan kanan dengan menggunakan tangan kiri, dan sebaliknya.
c.       Menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
d.      Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan maupun wajah, dilakukan sekali usapan saja.
e.       Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai pergelangan tangan saja, atau dengan kata lain tidak sampai sikut seperti saat wudhu.
f.       Tayamum dapat menghilangkan  hadats besar semisal janabah demikian juga untuk hadats kecil semisal kencing, kentut dan buang air besar.
Dalil Tayamum

عن ا بى هر ير ة ر ضي ا لله عنه قا ل ؛ قا ل ر سول لله صلىّ ا لله عليه و سلّم
 ا لصّعيد و ضو ء ا لمسلم و ا ن لم يجد ا لما ء عشر سنينִ فإ ذاٯ جد ا لما ء فليتّق ا لله و ليمسّه بشر ته٠
Artinya : Dari Abu Hurairah r.a katanya Rasulullah SAW. telah bersabda : “tanah itu tempat/alat berwudhu bagi orang islam, sekalipun dia tidak menjumpai air selama sepuluh tahun apabila dia sudah menjumpai air maka hendaklah dia bertaqwa kepada Allah SWT dan hendaklah dia menyentuh air itu pada kulitnya.” (H.R. Al Bazzar dan di Shohihkan oleh Ibul Qathan).
Menurut 4 madzhab tentang tayamum
1.      Hanafi
Seluruh yang ada di permukaan bumi kecuali barang-barang tambang.
2.      Maliki
Seluruh yang ada di muka bumi, meliputi tanah, debu, pasir, es, batu, dan barang tambang, kalau barang tambang tersebut belum dipindahkan dipindahkan dari tempatnya kecuali emas dan perak.
3.      Syafi’i
Tanah dan pasir
4.      Hambali
Tanah saja


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Karim
Ash-Shan’ani, Iman Muhammad Bin Ismail Al-Yummi. Subulussalam Syrah Bulughul Maram. 1991. Bandung: Darul Fikri.
Hasan, Ahmad. Terjemah, Bulughul Maram Ibnu Fajar Al-Asqalani. 1993. Bandung: CV. Dipenogoro
Mahmud. Fiqih Pilihan. 2008. Bandung: Pustaka Salafiyah
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. 1994. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Rifa’i, Moh. Ilmu Fiqh Islam Lengkap. 1978. Semarang: Toha Putra
Zain, habib. Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan Secara Terpadu. 1998. Bandung: Al-Bayan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar